Ulangan semester telah selesai. Dan hari ini, Dira benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Dua hari sudah Dira hanya membangkai dirumahnya tanpa melakukan kegiatan apapun. Mentok-mentok yang Dira lakuan hanya teleponan dengan Alger, tetapi itupun jarang karena Alger terlalu asik dirumahnya. Atau tidak Kai yang bermain kerumahnya hanya untuk ikut tidur dikamar Mas Dio karena Bundanya yang terus saja mengomeli Kai. Huh, benar benar liburan yang fantastik.
Untuk mengusir kebosanan, Dira pun bangkit dari tempat tidurnya, berniat untuk mengambil cemilan di dapur rumahnya untuk menemaninya memonton drama. Kan lumayan movie maraton bisa mengusir kebosanan.
Saat baru saja gadis itu membuka pintu kamarnya. Samar-samar ia mendengar suara dua orang lelaki sedang mengobrol.
Ah mungkin temennya Mas Dio, pikir Dira.
Dira pun melanjutkan langkahnya menuju dapur dengan sedikit hati-hati agar Mas Dio tidak menyadari keberadaannya. Bukannya apa-apa, Dira suka malas kalo ada teman Mas Dio. Suka pada genit, Dira gasuka.
"Iya tuh Dira kasian, dari kemarin diem aja dirumah."
Whatzzz. Itu suara Mas Dio. Jangan bilang kalo Mas Dio menyuruh temannya untuk mengajak Dira keluar rumah.
Tidak tidak. Dira menolak keras. Sangat menolak.
"Iya mas. Makanya mau ngajak keluar."
Pergerakan Dira yang tengah membuka lemari tiba-tiba terhenti. Suara itu, Dira kenal suara itu.
Buru-buru Dira berlari untuk mengintip keruang tengah, untuk mamastikan pendengarannya.
Dan. Benar.
Pendengarannya tidak salah.
"Eh, lo ngapain ngintip-ngintip hah?" Suara Mas Dio membuat Alger mengikuti arah pandang Mas Dio kearah Dira.
"Ahh, gue?" Dira menggaruk tekuknya yang tidak gatal. Merasa malu karena terpergoki. Melihat itu Alger tertawa kecil. Lucu sekali pacarnya.
"Mandi sana. Lo ngga malu apa diliatin pacar dalam keadaan mengenaskan kayak gtu?" Seakan tersambar petir, Dira baru ingat mengenai keadaannya saat ini. Wajah belum dicuci, rambut belum disisir, baju piama lusuh, dan aroma yang mungkin tidak enak dicium. Mengingat itu Dira buru-buru lari kekamarnya dan membersihkan dirinya.
***
"Mau kemana lagi Kak?" Tanya Milan, sang Ibunda saat Alger hendak pergi keluar untuk menemui Dira.
"Main Bu."
"Kenapa sih liburan nggak pernah dirumah? Biasanya kamu nggak gini loh."
"Iya Bu, lagi banyak acara." Ucap Alger sambil mencari kunci mobilnya di laci khusus kunci-kunci.
"Sini deh duduk dulu." Alger mengikuti perintah Milan. "Kamu tuh akhir-akhir ini kenapa sih? Lagi ada keperluan apa sampe sering banget keluar rumah?"
"Nggak ada apa apa Bu."
"Kamu ngeboong. Ibu tau ya anak Ibu tuh nggak kayak gini. Kalo Abang yang selalu keluar tiap hari Ibu paham, soalnya karakter Abang itu emang kayak gitu. Tapi kamu? Ibu tau kamu Kak. Kamu itu sukanya diem dirumah, baca buku, nonton film kan? Bukan keluar rumah kayak gini. Kamu ngerasa nggak nyaman dirumah atau gimana sih?" Omel Milan panjang masih dengan nada yang ditahan.
Mendengar itu Alger terdiam. Ya, ia memang bukan type yang selalu keluar rumah. Alger mengakui itu. Tapi mau bagaimana lagi. Saat ini yang Alger bisa lakukan hanya itu.
"Maaf Bu, Kakak belum siap cerita."
"Ahhh, jadi bener ada masalah?" Alger hanya mengangguk kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Algeraldi [Completed]
Teen FictionAlger story. Untuk menjadi pribadi yang supel itu susah, apalagi untuk orang yang sudah di anugrahi irit berbicara tetapi otak bekerja seperti Alger. Sedih, diem. Marah, diem. Seneng, diem. Sampe suka sama orangpun, dia diem. Pinginnya action, tap...