"Aduhh, jadi ini pacarnya Kakak? Cantik ya, Yah." Ucap Milan, Ibu Alger pada Dylan sang suami.
"Iya, si Kakak jago banget nyari pacar!" sahut sang suami sambil melirik bahagia kearah Dira yang saat ini tengah duduk di kelilingi oleh keluarga Alger di dalam ruang keluarga kediaman Wijaya ini.
"Lah, anak mah gimana Bapaknya aja" timbrung Aric sambil melirik kearah Dylan. Mendengar itu Dylan tertawa.
"Iya juga ya, Ibu kan cantik. Jadi anak-anak Ayah nyarinya juga yang cantik-cantik." Ucap Dylan.
"Tapi, kayaknya si Kakak lebih jago deh Yah, dari Ayah. Ini buktinya." Ucap Aric sambil melirik kearah Dira, sambil menggoda sang Ayah.
"Iyaya, Ayah kalah dari Kakak."
Mendengar itu, Dira hanya bisa tersenyum membalasnya.
Keadaan ini sangat membuat Dira berubah 180 derajat menjadi perempuan yang sangat anggun. Mengapa rasanya untuk membuka mulutnya saja Dira merasa sangat susah. Padahal, keluarga Alger sangat welcome padanya. Tapi kenapa ia harus menjadi sosok perempuan pendiam saat ini? Mengapa Dira? Mengapaa?!
"Tapi kayanya Kak Dira sebelas duabelas ya sama Kak Alger?" pertanyaan polos dari Abel membuat Dira, dan anggota keluarga Alger yang lainnya bingung.
Ohiya, Alger sedang mandi. Makanya lelaki itu belum menemui Dira, karna saat Dira datang, Alger sudah berada di dalam kamar mandi.
"Maksud kamu?" Tanya Milan sang Ibu.
"Iya pendiem. Pemalu juga. Dari tadi wajah Kak Dira merah, waktu Ayah sama Abang godain."
Mendengar itu Dylan dan Aric tertawa kecil. Sedangkan Dira sudah menundukan wajahnya malu. Tidak. Dira tidak seperti Alger. Dira jauh dari kata sebelas duabelas dengan Alger. Sungguh.
Hanya saja—entahlah. Didepan keluarga Alger, Dira merasa tidak bisa berbuat apa apa. Dira bingung, Dira malu, dan Dira takut.
"Mungkin karna mereka setipe De, makanya mereka nyambung. Iya kan Dir?" pertanyaan Aric pada Dira membuat Dira gelagapan.
"I-iya." Hanya itu yang keluar dari mulut Dira.
Bodoh. Dira bodoh.
***
"Kamu kok diem aja sih?" Tanya Alger pada Dira yang kini tengah berjalan disampingnya. Saat ini, mereka sedang berjalan ke depan komplek rumah Alger untuk membeli ice cream. Karna cuaca yang memang sedang panas-panasnya, jadi Alger diminta oleh Ibunya untuk membeli ice cream di kedai yang berada di depan kompleknya.
"Hah?"
"Kamu kenapa diem aja?"
Dira menggaruk tekuknya. "Maaf, Ger."
"Kenapa?"
"Gatau, aku deg-degan banget." Mendengar itu, Alger tertawa kecil.
"Deg-degan kenapa?"
Dira menggeleng. "Gatau, aku juga aneh."
"Keluarga aku jahat?"
Dira sontak menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Nggak, sama sekali. Keluarga kamu baik banget. Tapi gatau, akunya aja yang tiba-tiba parno deg-degan gajelas."
"Santai aja padahal."
"Aku tuh dari tadi dijalan mau kerumah kamu, mikirnya yang aneh-aneh. Makanya jadi parno."
"Emang mikir gimana?"
"Ya mikir aja, gimana kalau keluarga kamu gasuka sama aku. Gimana kalau aku ngeganggu waktu quality time keluarga kamu. Banyak deh, pokoknya mikirnya yang enggak-enggak." Ucap Dira jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Algeraldi [Completed]
Teen FictionAlger story. Untuk menjadi pribadi yang supel itu susah, apalagi untuk orang yang sudah di anugrahi irit berbicara tetapi otak bekerja seperti Alger. Sedih, diem. Marah, diem. Seneng, diem. Sampe suka sama orangpun, dia diem. Pinginnya action, tap...