Tidak terasa sudah 2 minggu liburan berlalu, dan besok Dira harus kembali masuk kesekolah dengan ajaran semester yang baru.
Tidak semangat? Tentu.
Hubungannya dengan Alger masih begini-begini saja. Bahkan sudah hampir 1 minggu belakangan ini ia dan Alger tidak pernah bertukar kabar lagi. Chat terakhirnya dengan Alger adalah setelah dimana Alger menurunkannya di pinggir jalan.
Untung sayang.
Jadi masih dipertahankan.
Kalau tidak. Sudahlah.
Sekuat itu memang Dira.
"DE!" teriakan Dio membuat Dira yang sedang mengscroll kolom chatnya dengan Alger terkejut.
"Aih, kaget! Apaan si Mas, nge gas banget!" teriak Dira sambil menyimpan ponselnya di depan meja yang berada di ruang tengahnya.
"Eh, gue kira lo di kamar makanya gue teriak." Dio keluar dari kamarnya dengan pakaian santai dengan handuk yang lelaki itu sampirkan dibahunya. "Beliin soda dong di minimarket depan."
"Ck, males ah. Mager."
"Cepetan elah. Gue lagi banyak kerjaan ini. Mau bergelut di ruang kerja."
"Hubungannya sama gue beliin lo soda apaa?"
"Biar gue semangat gitu De ngerjain tugasnya. Cepetan ah, sama chiki chikian juga ya. Yang keripik kentang itu."ucap Dio sambil mengeluarkan selembaran uang dari dompetnya.
"Ck. Lo mau kerja apa mau nonton sih? Gue curiga, jangan jangan kerjaan lo di ruang kerja itu nonton film ya?" ucapan Dira tentu mendapat sentilan keras di dahinya.
"Syalan. Cepet."
Tanpa bisa membantah lagi Dira pun berjalan ke kamarnya. Mengambil cardigannya dan menyaku ponsel kedalam saku celananya. Untung ia sudah memakai training panjang. Jadi ia tidak perlu repot-repot mengganti celananya.
"Gue mau jajan juga ya Ma—s."
"Hai."
Dira terdiam saat melihat orang yang berdiri tepat didepannya saat ini.
Saat membuka pintu rumahnya, ia langsung menemukan seorang lelaki yang 5 hari ini menghilang tanpa kabar.
"Al—ger. Ngapain?" Tanya Dira. Mencoba untuk bersikap senormal mungkin walaupun ia merasa sangat merindukan lelaki yang menyebalkan ini.
Entahlah. Kok Dira merasa bahwa dirinya tidak bisa marah ya? Sesalah apapun Alger padanya, semenyebalkan apapun Alger padanya, ia tetap bersikap welcome pada lelaki itu. Tidak kah ini keterlaluan bucinnya?
"Mau ketemu." Jawab lelaki itu. Dengan jujurnya.
"Oh." Dira hanya menganggukan kepalanya. "Aku mau ke depan dulu. Tunggu aja di dalem."
"Aku ikut."
"Ke depan?" Alger mengangguk. "Tapi aku mau jalan."
"Aku juga."
"Yauda."
Dira pun berjalan, dengan Alger yang mengikutinya dari belakang.
Berjalan. Benar-benar hanya berjalan tanpa sepatah kata pun yang terlontar dari bibir keduanya. Sungguh ironis memang, tapi beginilah keadaannya.
Sampai akhirnya mereka pun sampai di minimarket depan komplek.
Dira mengambil keranjang, dan Alger tetap mengikutinya dari belakang. Benar-benar mengikuti sampai setiap langkah yang Dira ambil pun, Alger turut menginjaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Algeraldi [Completed]
Teen FictionAlger story. Untuk menjadi pribadi yang supel itu susah, apalagi untuk orang yang sudah di anugrahi irit berbicara tetapi otak bekerja seperti Alger. Sedih, diem. Marah, diem. Seneng, diem. Sampe suka sama orangpun, dia diem. Pinginnya action, tap...