Sebaliknya dari kamar mandi, Dira jadi banyak diam. Gadis itu tidak banyak berbicara, dan banyak melamun. Bahkan sampai bel pulang berbunyi pun Dira seakan-akan belum sadar dari lamunannya. Dan jika Alger tidak membangunkan Dira dari lamunannya, mungkin saat ini Dira masih asik dengan lamunannya itu.
“Masih sedih?” tanya lelaki itu sambil memasukan buku-bukunya kedalam ransel.
Dira tersenyum lalu menggeleng. “Enggak kok.” Alger lalu mengangguk. “Sapu tangan, besok gue balikin ya?”
“Santai.”
“Makasih ya Ger.” Alger mengangguk lalu bangkit dan menggendong ranselnya di pundak sebelah kanannya.
“Balik ya.”
“Iya.” Setelah itu Alger benar-benar pergi dari pandangannya. Tak lama setelah Alger pergi, Kai datang dengan senyuman tiga jari yang menempel di bibir lelaki itu.
“Ih, kok wajahnya masih murung sih?” tanya Kai sambil duduk di kursi Alger. Tanpa menjawab ucapan Kai, Dira langsung saja menubrukan dirinya kepada lelaki itu dan memeluk Kai dengan kepalanya yang dibenamkan di lekukan leher lelaki itu. “Kok nangis lagi, hem?” tanya Kai sambil mengusap kepala Dira dengan lembut. Untung posisi mereka berpelukan ini sedang dalam posisi sama-sama duduk, jadi Kai bisa lebih mudah mengimbangi Dira yang sedang tersedih.
“Gue—gue kangen Ayah...” tangisan Dira benar-benar pecah. Kai yang mendengar tangisan pilu itu, jadi ikut bersedih karna seakan-akan ia merasakan apa yang dirasakan oleh Dira. Tangisan Dira kali ini benar-benar menyiratkan kerinduan dan kecintaannya pada Almarhum Ayahnya.
Ya, Kai sangat tau. Dira itu sangatlah dekat dengan Almarhum Ayahnya. Bahkan kemana-mana pun Dira selalu ingin dengan Ayahnya. Dari mulai bagi rapot SD, ikut acara mewarnai, sampai main kerumah Kai yang hanya berjarak beberapa meter pun, Dira inginnya diantar oleh sang Ayah.
Dan semenjak Dira memasuki bangku SMP, Ayahnya meninggal. Dan Dira benar-benar down semenjak kejadian itu.
“Kalo lo kangen sama Ayah, lo harus banyak-banyak berdoa. Buat dia bangga diatas sana.” Ucap Kai sambil terus mengusap kepala Dira. “Jangan cengeng ah, malu tuh banyak yang ngeliatin.”
“Gue—gue nggak mau kehilangan lo Kai.” Ucapan Dira tiba-tiba membuat Kai tersenyum.
“Gue juga nggak mau kok kehilangan lo. Udah ah kok jadi melow gini sih,” Kai mencoba untuk mencairkan suasa. Walaupun Dira masih menangis, tetapi setidaknya tangisan Dira kali ini sudah tidak se pilu tadi.
“Lo nggak bakal ninggalin gue kayak Ayah ninggalin gue kan?”
Kai menggeleng. “Nggak bakalan. Pokoknya sampe tua, lo harus tetep di sisi gue. Sampai kapan pun.”
***
15.34 pm
Mama
Kak plgnya ke sma 2 dulu y15.42 pm
Alger
Buat15.42 pm
Mama
Jmput Alya dulu sana, kasian dia ga ada yg jemput15.43 pm
Alger
Alya siapa15.43 pm
Mama
Anaknya tante susan yg kemarin itu lo
Ini no nya alya 0821xxxxxxxx
Nanti klo udh disana kmu telpon dia biar dia samperin kmu15.47
Alger
Kaka lg drmh axel15.47 pm
Mama
Ya jemput alya sebentar dulu knp sih
Ayolah kak kasian dia perempuan
Mamah gaenk sama tante susan
Cepet ka
Mamah gamau tau kmu hrus jemput alya
Skrg.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Algeraldi [Completed]
Teen FictionAlger story. Untuk menjadi pribadi yang supel itu susah, apalagi untuk orang yang sudah di anugrahi irit berbicara tetapi otak bekerja seperti Alger. Sedih, diem. Marah, diem. Seneng, diem. Sampe suka sama orangpun, dia diem. Pinginnya action, tap...