E n a m b e l a s ; honest

12K 939 207
                                    

"Masih pusing?" Dira menggeleng. "Makan dulu ya?"

"Gue masih kenyang."

"Mau langsung pulang?" Dira mengangguk. "Dirumah ada siapa?" tanya Alger sambil melirik sekilas ke arah Dira yang kebetulan duduk di samping kursi kemudinya.

"Gatau." Jawab Dira lemas sambil memejamkan matanya, dan menyenderkan tubuhnya kesandaran kursi mobil Alger. Huh, benar-benar nyaman.

"Mama, ada?" tanya Alger polos, karna ia memang tidak tahu mengenai masalah yang ada di keluarga Dira. Dan pertanyaan Alger itu sukses membuat Dira kembali membuka matanya.

"Apa?" tanya Dira memastika pendengarannya.

"Mama lo, ada dirumah nggak?" Dira hanya tersenyum miris sambil menggelengkan kepalanya. "Kemana?"

Dira mengangkat bahunya sambil menoleh kearah Alger. "Gatau."

Jawaban Dira membuat Alger terdiam. Alger tidak tahu apa-apa mengenai keluarga Dira, dan saat ini Alger jadi merasa tidak enak pada Dira. Alger takut jika pertanyaannya akan menyinggung perasaan Dira.

Alger menghela nafasnya panjang. Sebagai kekasih, Alger jadi malu sendiri karena tidak tahu apapun mengenai keadaan keluarga Dira. Ini salahnya. Alger memang terlalu cuek pada Dira, dan Alger terlalu tertutup pada Dira. Mungkin itulah penyebab mengapa Dira pun ikut tertutup padanya. Mengingat itu semua, rasa bersalah jadi menyelimuti diri Alger.

Alger bukannya tidak peduli pada Dira. Tentu saja Alger peduli. Hanya saja, Alger tidak tahu harus berbuat apa, dan Alger tidak tahu bagaimana caranya untuk mengekspresikan kepeduliannya pada Dira. Alger tidak bisa action, dan itulah penyebabnya.

"Lo belum pernah cerita sama gue tentang keluarga lo." ucap Alger saat lampu didepannya berubah menjadi warna merah.

"Emang lo pernah nanya?" yap. Alger sudah memperkirakan jika jawaban Dira akan seperti ini.

"Ini."

"Ck, udalah. Gausa so peduli." Ucap Dira dan memalingkan wajahnya menghadap jendela disampingnya. Bandung sore hari ini hujan lumayan lebat, dan jalanan pun lumayan ramai karena sore seperti ini memang jam-jam nya orang pulang bekerja dan berkegiatan diluar. Jadi lah, perjalanan keduanya untuk sampai dirumah Dira membutuhkan waktu yang lebih lama dari biasanya.

"Mau cerita?" tanya Alger pelan, takut jika Dira sedang berada di mood yang tidak baik.

"Lo mau gue cerita, tapi lo sendiri nggak pernah cerita apapun ke gue." Jawab Dira ketus sambil terus menatap kendaraan-kendaraan dan jalanan yang basah terkena air hujan.

"Gue anak kedua. Gue punya Abang satu, dia alumni Karasta juga taun kemaren." ucap Alger mencoba untuk bercerita seperti apa yang diingin kan Dira.

"Gue tau, dan gue juga kenal sama Abang lo."

"Gue punya ade perempuan satu, dia masih SMP, dan sifat dia bener-bener mirip sama lo." ucap Alger sambil tersenyum, dan menoleh kearah Dira yang masih memalingkan wajahnya kearah jendela. "Nama nya Abel, dia kelas 1 SMP sekarang. Dia suka baca-baca novel di e-book­ kayak lo. Dia juga suka nonton drama sama film-film korea kayak lo. Kalian itu mirip." ucapan Alger membuat Dira menoleh pada lelaki yang duduk disampingnya itu.

"Lo-lo tau dari mana kalo gue suka baca sama nonton?" tanya Dira heran sambil memiringkan duduknya lebih menghadap Alger. Penasaran.

Setahunya, Alger tidak tahu akan hal itu. Dan ia pun tidak pernah bercerita tentang hobi nya pada Alger. Lagi pula, untuk apa Dira bercerita hal-hal tidak penting itu pada Alger?

"Ya tau lah." Jawab Alger sambil tertawa kecil.

"Dari?" tanya Dira sambil menaikan sebelah alisnya, menunggu jawaban.

My Algeraldi [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang