Sambil membaca bukunya, Alger sesekali melirik kearah ponsel yang ia simpan tepat disamping bukunya. Lelaki itu memang sengaja menyimpannya tepat disampingnya, karena ia sedang menunggu sesuatu dari sana. Tentu, pesan dari Dira.
Iya, sedari tadi Alger sudah mengirimi beberapa pesan pada Dira. Tetapi tidak ada satu pesanpun yang dibalas oleh gadis itu. Bahkan terkirim pun, Alger tak tahu karena saat Alger meneleponnya, ponsel Dira sedang berada diluar jangkauan. Lalu Alger bisa apa selain menunggu?
Yang membuat Alger semakin khawatir adalah, ini sudah pukul 9 malam. Dan Alger tahu jika Dira tidak pernah pulang semalam itu, kecuali pulang dari rumah Kai. Ya Alger tahu, Dira sering sekali main kerumah Kai, bahkan menginap pun sepertinya sudah menjadi hal yang biasa bagi Dira. Tetapi, besok mereka masih harus masuk sekolah, dan Dira biasanya akan menginap dirumah Kai jika akhir pekan saja, dan itu artinya Alger yakin jika malam ini Dira tidak mungkin menginap dirumah Kai.
Alger menoleh kearah pintu kamarnya, saat mendengar kenop pintu yang dibuka.
Disana, terdapat Aric sang Abang yang sedang berdiri dengan kaleng soda yang digengamnya di tangan kanan.
"Ngapain?" Tanya Aric lalu berjalan mendekati Alger yang sedang duduk di meja belajarnya, tak lupa dengan buku yang juga berada ditangannya. Tanpa menjawab pertanyaan Aric yang sangat berbasa basi itu, Alger hanya menunjuk buku ditangannya dengan gerakan mata. Malas berbicara seperti biasa. Melihat itu, Aric hanya berdecak kecil lalu duduk diatas kasur Alger. "Ger, ps yuk gue bosen."
"Ngga ada tugas?" Tanya Alger pada Abangnya itu. Aric menggeleng. Sebenarnya sih ada, tapi ya kalian tahu sendirilah Abangnya Alger yang satu itu bagaimana. Mau ada tugas, ataupun tidak ada, ya Aric tidak akan mengerjakan jika itu tidak penting-penting amat. Aric yang dulu, dan Aric yang sekarang menurutnya tidak ada perubahan. Tetapi memang sih, Alger akui jika Aric kini sudah berfikir lebih dewasa dari sebelumnya. Aric sudah lebih bijak dalam melakukan apapun, dan menurutnya Aric adalah orang yang sangat bertanggung jawab. Aric pun kini sudah jarang lagi kumpul-kumpul tidak jelas dengan teman-temannya, paling hanya malam minggu. Itupun hanya sebentar. Hanya sekedar mengobrol, bercerita, dan pulang jika malam sudah tiba. Ohya, kini Aric sudah masuk semester 2. Dan Alger sih sedikit heran. Kok bisa ya Abangnya yang jarang belajar itu bisa naik semester tanpa mengulang kelas?
"Lo lagi belajar?" Tanya Aric sambil membuang kaleng sodanya yang sudah kosong ke tempat sampah di samping jendela kamar Alger.
"Nggak."
"Terus itu baca paan?"
"Ensiklopedia."
"Nggak bosen apa sih ensik trus?" Alger menggeleng. "Baca komik coba kali-kali. Gue banyak tuh, Doraemon juga ada kalo lo mau."
"Pernah. Tapi gue gasuka."
"Novel deh coba. Tentang spy biasanya rame tuh."
"Males ah. Maen ps bang?"
"Oh, lo nya mau?" Tanya Aric.
"Boleh." Alger mengganguk dan menutup bukunya. "Dua kali pertandingan aja ya?"
"Siap!"
***
"Bel ih, kok kamu belum tidur? Ini udah jam 10!" Ucap Aric saat melihat Abel, adik bungsu perempuannya tiba tiba duduk di sofa ruang tengah tempat ia dan Alger bermain bola. Niatnya hanya bermain dua kali pertandingan, tetapi jadinya bekali kali. Ya gitulah cowok. Kalo udah nemu game, ya lupa aja sama janjinya.
"Abel ngga bisa tidur. Tadi udah tidur siang. Ayah belum pulang?" Tanya Abel.
"Ayah ngga pulang. Ada jaga malem kata Ibu." Jawab Alger.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Algeraldi [Completed]
Roman pour AdolescentsAlger story. Untuk menjadi pribadi yang supel itu susah, apalagi untuk orang yang sudah di anugrahi irit berbicara tetapi otak bekerja seperti Alger. Sedih, diem. Marah, diem. Seneng, diem. Sampe suka sama orangpun, dia diem. Pinginnya action, tap...