"Diliatin mulu, samperin gih kali kali."
Dira mengabaikan ucapan Caca sahabatnya yang kebetulan duduk di sebelahnya. Melihat Dira yang benar-benar mengabaikannya, Caca menggeleng tidak paham. Sahabatnya yang satu itu, selalu saja memandangi Alger tanpa berkedip sama sekali. Bahkan saat ini, Caca takut jika mata Dira terkena masalah akibat jarang berkedip saat melihat seorang Alger.
Penasaran dengan apa yang tengah di amati oleh Dira, Caca mencoba untuk mengikuti arah pandang gadis itu.
Dan.
Tidak ada yang menarik disana.
Hanya ada seorang Alger yang sedang membaca sebuah buku tebal dengan kacamata baca yang bertengger manis di matanya.
Coba kalian bayangkan, sebelah mana menariknya pemandangan seperti itu?
Mencoba untuk mengabaikan Dira dengan obsesinya, Caca bangkit dari duduknya hendak menemui Tia untuk menanyakan soal pelajaran hari ini.
Dira merasa senang. Memandangi Alger seperti ini adalah kebiasaannya, dan itu sudah seperti sebuah rutinitas yang wajib ia jalani disetiap harinya. Alger benar-benar menyita semua perhatiannya. Dira menyukai gerak gerik Alger dan Dira juga menyukai semua kegiatan 'membosankan' milik Alger. Menurutnya, kegiatan semembosankan apapun yang dilakukannya, jika Alger lah yang melakukannya, hal itu tidak akan menjadi sesuatu yang membosankan lagi bagi Dira. Karna menurut Dira, apapun yang Alger lakukan itu menarik semua perhatiannya.
Ya maklum lah, orang jatuh cinta.
Saking seringnya memperhatikan Alger, kini Dira bahkan sudah hapal akan semua kebiasaan lelaki itu. Kebiasaan Alger yang selalu membawa buku ensiklopedia lebih dari satu di ranselnya, Dira tau itu. Alger yang selalu menyimpan kacamata baca di saku celananya, Dira tau. Alger yang selalu memesan es teh manis jika di kantin pun Dira tau. Bahkan sampai Alger yang selalu menghentak hentakan kakinya ke lantai saat lelaki itu sedang berfikir, juga tidak luput dari ingatan Dira.
Pokoknya Dira tau Alger banget.
"Dir, udahan dulu dong liatin Algernya." Caca kembali duduk di kursinya sambil menggoyang goyangkan bahu Dira.
"Suttt, jangan keras keras. Nanti ada orang denger." ucap Dira mewanti-wanti pada Caca. Caca yang merasa bahwa suaranya sedikit keras saat tadi, langsung menutup mulutnya sambil mengangguk anggukan kepalanya. Ya, memang tidak banyak orang yang tau mengenai perasaan Dira pada Alger. Katanya, Dira takut Alger tau. Makanya Dira benar benar bermain rapih saat ini.
"Maaf maaf, hehe." Caca menggaruk ujung kepalanya.
"Lo mau apa sih Ca? Ganggu aja." Caca melongo sambil menatap tidak percaya kearah Dira yang masih setia menatap Alger dengan penuh cinta itu.
"Ck, kalo kegiatan kayak gini ngehasilin duit, gue juga nggak bakalan gangguin lo kali."
"Yauda elah, apaan? Lo mau ngomong apa?"
"Si Kaisar di hukum." Mendengar ucapan Caca mengenai Kaisar, Dira langsung mendesah berat.
"Kirain gue apaan. Lo bener-bener ganggu deh Ca."
"Lo tuh ya!" Caca gemas sendiri jadinya kan. "Kaisar kan sobat lo, masa gini amat sih reaksinya?"
"Udah biasa kali Ca kalo si Kai di hukum. Paling tu anak telat, atau mungkin ketauan ngerokok di kantin belakang. Gue udah apal banget." ucap Dira sambil menoleh kearah Caca. "Si Kai emang gitu, orangnya suka sengaja ngelanggar aturan. Katanya aturan itu dibuat untuk dilanggar. Nggak tau lah, gue nggak ngerti sama tu anak. Kayaknya otaknya emang cuma sebelah."
Dan di detik selanjutnya, mata Dira kembali menatap Alger.
***
“Ger Ger Ger.” Saat sedang asik asiknya membaca ensiklopedia terbaru yang baru saja di belikan Abangnya Aric, sebagai sogokan penutup mulut agar Alger tidak memberitahukan pada kedua orang tuanya jika Aric pergi main ke club bersama teman temannya. Semakin beringas bukan Abangnya itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Algeraldi [Completed]
Teen FictionAlger story. Untuk menjadi pribadi yang supel itu susah, apalagi untuk orang yang sudah di anugrahi irit berbicara tetapi otak bekerja seperti Alger. Sedih, diem. Marah, diem. Seneng, diem. Sampe suka sama orangpun, dia diem. Pinginnya action, tap...