D u a p u l u h e m p a t; bertahan

2.6K 340 36
                                    

"Lo gila ya?" ucap Fahri setelah ia menarik Alger menuju kamarnya. Fahri benar-benar tidak habis pokir dengan lelaki yang satu ini. Cari mati aja bisanya.

"Apa?"

"Lo ngapain bawa Dira hah? Lo mau bikin malu Steva?" tanya Fahri masih dengan nada sedikit membentak Alger. Entahlah, sebenarnya Fahri ingin sekali memarahi Alger sejak tadi. Tetapi tentu ia tidak enak pada Dira jika langsung menarik Alger begitu saja. Dan untungnya saat setelah Steva datang Alger pergi ke kamar kecil, jadi Fahri bisa berbicara dengan lelaki itu sekarang.

"Gue cape Ri sembunyi-sembunyi mulu." ucap Alger sambil memalingkan wajahnya.

"Gue tauu, gue tau." ucap Fahri frustasi. "Gue tau lo sayang sama Dira. Dan semuanya udah jelas sekarang. Lo ngga perlu bingung-bingung lagi."

"Lo ngga ada di posisi gue." mendengar itu, Fahri menghela nafasnya panjang. Iya Alger benar, ia tidak ada di posisinya.

"Kalo gue bisa, gue mau gantiin posisi lo."

"Tapi lo ngga bisa."

"Iya... gue emang ngga bisa." ucap Fahri memelan. "Yauda, jadi rencana lo sekarang itu mau gimana?"

"Tapi bener kata lo, gue bisa bikin malu Steva."

"Nah. Kalo emang lo mau jujur, lo sama Dira harus punya waktu berdua. Cuma ada kalian berdua, ngga ada orang lain. Jadi nggak ada yang kesakitin hatinya. Kalo sekarang lo ngomongin semua didepan mereka, bukan cuma Dira yang sakit hati tapi Steva juga."

"Sorry." ucap Alger merasa menyesal. "Gue ngga mikir sejauh itu."

"Oke, gue paham lo lagi kalut banget. Sekarang mending lo ajak Dira pulang, dan nanti lo balik lagi kesini. Dan lo juga harus cari waktu yang tepat buat lo obrolin semuanya ke Dira. Tapi gue mohon banget dengan sangat, jangan hari ini. Lo harus mikirin Steva juga. Lo udah janji ke dia."

Alger mengangguk, "Iya, gue ngga bakal ingkar. Thanks bro."

***

Dira hanya terdiam ditempat duduknya dengan hati dan juga pikiran yang sudah sangat kalut. Satu sisi, ia ingin sekali marah pada Alger dan menjambak jambak rambut lelaki itu, satu sisi lain, Dira merasa hatinya sangat amat sakit, dan sisi lain, Dira melihat jika keadaan Alger saat ini sama tidak baiknya seperti dirinya. Dira bingyng, Dira tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Alger dan dunianya. Lelaki itu terlalu mysterius dan mengejutkan.

"Dira."

Dira menolehkan kepalanya kearah samping, dimana kini Alger sedang mengemudi.

"Maaf ya, aku harus nganter Steva cek kandungan."

Cek kandungan?

Jangan-jangan

Apa yang Dira lihat saat itu berarti benar. Steva lah orangnya.

"Kenapa harus kamu?" tanya Dira mencoba agar terdengar setenang mungkin.

"Dia adiknya axel."

"Kenapa ngga axel? Kenapa harus kamu?" tanya Dira. "Ada Fahri juga kan? Tapi kenapa harus kamu?"

"Dir."

"Aku bingung sama ini semua Ger, aku cape."

"Kenapa?"

"Kamu masih nanya kenapa? Sumpah Ger, kalau kaya gini terus aku bener bener ngga kuat. Aku ngga tau apa yang ada di otak kamu! Aku ngga ngerti sama jalan pikiran kamu! Aku ngerasa ngga berguna ada disebelah kamu Ger, aku cuma kayak pajangan! Bener bener ngga pernah dianggap!"

"Ko ngomong gitu?"

Dira tertawa miris. Apakah Alger benar benar tidak mengetahui kesalahannya selama ini? Apa disini hanya ialah yang menganggap semuanya berlebihan, dan ialah yang terlalu baper dengan ini semua? Sungguh. Dira benar benar ingin menyerah.

My Algeraldi [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang