17. After Married

2.9K 271 3
                                    


Aku memulai hariku dengan sebuah kebaikan, yaitu membuat sarapan untuk suamiku. Setelah Seun pergi ke kantor, aku sibuk membantu Siti mengurus Christian dan mengurus rumah. Aku telah sepakat dengan Siti bahwa gajinya akan aku tambahkan asal dia mau membantuku bekerja mengurus rumah dan Christian.

Aku tidak ingin kehilangan moment saat mengurus Christian, selain itu aku juga tidak begitu senang jika pekerjaan rumah ini diambil alih sepenuhnya oleh Siti. Siti menerima kesepakatan tersebut karena sebelum menjadi pengasuh bayi, Siti pernah bekerja sebagai asisten rumah tangga.

Siti banyak mengajariku mengenai cara mengasuh Christian yang benar. Info baru bahwa berjemur di bawah sinar matahari pagi sangat dibutuhkan oleh bayi. Siti juga memperkenalkan padaku temannya yang ahli dalam memijat bayi. Kata Siti, bayi juga perlu rileks dengan cara dipijat. Aku cukup paham dengan pelajaran yang Siti berikan.

Selain Siti, aku juga dikirimi seorang sopir yang merangkap sebagai pengurus halaman, dan satpam mendadak. Dia akan datang ke rumahku pada pagi hari dan pulang ketika nyaris tengah malam. Tentu saja kehadiran sopir itu juga atas perintah dari mama mertuaku.

Hari-hariku berjalan dengan cukup seru. Menjadi seorang ibu merupakan kegiatan yang mengasyikan. Aku cukup tenggelam dengan kegiatan baru yang aku jalani setiap hariku.

Semuanya baik-baik saja sampai masalah datang menerpa hidupku. Sore itu aku mendapat telepon mendadak dari kak Nadira.

"Halo kak," sapaku.

"Kairaci, kakak mau nanya sama kamu. Udah berapa lama Seun selalu pulang pagi?"

"Ehmm," aku baru ingat bahwa setiap malam aku tidak pernah melihat wajah Seun.

Aku bertemu Seun hanya ketika ia akan ke kantor di pagi hari. Aku tidak tahu jam berapa Seun pulang ke rumah karena kami berdua tidur di kamar berbeda. Aku dan Christian tidur di kamar yang disediakan untuk pengasuh atau pembantu di rumah ini, sedangkan Seun tidur di kamar utama.

"Oh iya kak, semalam kebetulan Raci gak ketemu."

"Masa cuma semalam doang? Dia bilang ke kamu gak dia ngapain?"

"Gak kak, Raci gak tau."

"Astaga Raci, suami kamu itu setiap malam mabuk-mabukkan di club malam, pulangnya baru pagi. Kamu harus ngelarang dia, bahaya kalo mama dan papa tahu. Mama dan papa itu selalu diam-diam mantau kegiatan Seun."

"Iya kak, nanti Raci bicarain."

"Gak cukup dibicarain. Malam ini kalo dia mabuk-mabukkan lagi, kamu harus jemput dia. Ngertikan?"

"I-iya kak nanti Raci jemput."

"Oke, kakak kirimin lokasi clubnya ya."

"Oke kak, ki-kirimin aja."

"Yaudah kakak matiin, kak Adler bentar lagi dateng."

Setelah panggilan itu dimatikan, aku menjadi dilema. Pasalnya Seun tidak suka bila kehidupan pribadinya diusik. Namun Seun adalah suamiku. Seun punya anak, anaknya ada bersamaku.

Apa aku berhak mencampuri urusannya yang suka mabuk-mabukkan? Aku memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk. Ini juga salah Seun, sampai sekarang dia belum memberikan kertas berisi apa yang dia suka dan dia tak suka.

"Siti, malem ini kamu gak usah balik dulu ya. Jagain Christian bentar, tidur aja di kamar aku. Besok kamu libur, gak usah dateng ke sini. Gimana?"

"Kenapa gitu mbak?"

"Gak apa-apa, ada yang mau aku urus. Nanti malam pak Ibnu nganterin kamu pulang."

"Oke mbak." Dalam hati aku bersyukur Siti bisa diajak kerja sama.

Bad PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang