9. Berjanji tidak saling bertemu

3K 278 10
                                    

***

"Kita gak usah ketemu lagi ya," ujarku akhirnya. Setelah insiden memalukan di mana aku ketahuan menerima uang dari ayahnya, aku mulai belajar untuk merelakan keinginanku. Aku mungkin akan mencintainya karena ketampanannya, hartanya, dan pembawaannya yang seperti seorang pangeran.

Setelah kupikir-pikir lagi, terasa sangat menyedihkan jika aku bilang mencintainya karena banyak alasan. Sepengalamanku dari novel-novel yang kubaca, mencintai seseorang seharusnya tidak memerlukan alasan. Jadi, apakah ini hanya sebuah kekaguman bukan perasaan bernama cinta? Aku diam-diam meliriknya.

"Hm, gak usah."

Setelah Seun mengucapkan kalimat itu, mobilku berhenti di pinggir jalan yang sepi. Seun tidak bergerak dan terus menengok ke kaca mobilku. Seun mungkin menunggu mobilnya yang sedari tadi mengikuti kami dari belakang.

"Gue udah bawa lo sampai di sini. Kalau nanti ada apa-apa di perjalanan lo, itu udah bukan tanggung jawab gue lagi." Seun merapikan jasnya sebelum membuka pintu mobilku.

"Lo gak mau minta maaf gitu? Kemarin lo udah permaluin gue depan nyokap lo."

"Kemarin itu gue ngomong kenyataan. Gue gak bisa biarin cewek kayak lo masuk dalam hidup gue."

Aku tidak dapat berkata-kata lagi. Dia bilang tidak ingin membiarkan wanita sepertiku memasuki hidupnya lagi tetapi kenyataannya dia memintaku untuk merawat anaknya. Apakah bagi Seun anak bukanlah bagian dari hidupnya? Kepalaku semakin berat kala memikirkan kemungkinan yang berhubungan dengan hidup Seun.

Dia memang misterius dan penuh dengan rahasia. Banyak sekali tingkah Seun dan keluarganya yang sampai saat ini belum dapat kucari alasan logisnya. Aku kira dengan menjadi kaya otomatis kehidupan kita akan bahagia. Ternyata tidak semudah itu untuk Seun dan juga keluarganya.

Aku menghabiskan waktu dua jam setengah untuk berkendara menuju
kampung halamanku. Rasanya mungkin akan sangat melelahkan menyetir selama itu dengan penuh kehati-hatian. Perjalanan yang normalnya ditempuh selama satu setengah jam terpaksa harus bertambah lama. Aku tetap memaksakan diriku kembali ke rumah ayah karena banyak hal yang harus kuselesaikan, salah satunya penjelesan mengenai sejumlah uang yang berada dalam tas itu.

***

Begitu mobilku terparkir sempurna di dalam bengkel, aku melihat paman Ryan menepuk jidatnya. Matanya mungkin telah menangkap kerusakan pada bagian belakang mobilku.

"Kenapa? Mau nanya mobilnya? Nanya aku dong, luka apa gak?"
semprotku bahkan sebelum paman Ryan sempat berkata-kata. Aku mengambil tas berisi uang yang kusimpan di jok belakang mobilku. Aku melangkah menuju ayahku yang sedang duduk menanti pelanggan. Aku menyimpan uang tadi di atas meja kasir.

"Yah, ini duit apa? Kenapa ayah Seun ngasih aku duit?"

"Permintaan maaf dan ganti rugi," balas ayah.

"Kenapa dia yang minta maaf?"

"Ayah udah denger semua kisahnya dari ayah Seun. Tentang bagaimana sifat anak cowoknya itu."

"Gimana, yah, sifat Seun?" tanyaku antusias sekaligus penasaran. Ayah menatapku kemudian menyimpan buku yang sedang dipegangnya.

"Seun itu anak yang paling susah diatur di antara semua saudaranya. Suka berantem sama temen dan sama keluarganya. Sampai sekarang orang tuanya lepas tangan sama dia, udah gak pernah lagi mau ngebantah dia," jelas ayah.

"Lepas tangan sama Seun tapi kok mereka ekstrim banget jodohin aku dan dia." Bukan meragukan cerita ayahku, aku bermaksud mengorek informasi lebih jauh karena ayah terlihat ragu dalam menyampaikan informasi padaku. Entah apa yang ayah sembunyikan.

Bad PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang