22. Step Two

3K 285 6
                                    

Vote dulu, vote dulu. Udah mulai masuk konflik.

***

Hubunganku dan Seun semakin membaik. Aku kembali menggantikan Siti menyiapkan sarapan untuk Seun. Aku menjadi lebih telaten mengurus suamiku.

Kini aku tahu keinginan terdalam Seun yang membuat dia nyaman berada di dekatku. Keinginan Seun adalah dilayani dan dipatuhi. Semua hal yang kulakukan untuk Seun harus berdasarkan keinginan Seun.

Jika aku menjalankan keinginanku sendiri dengan berdalih untuk kebaikan Seun, Seun akan menilai bahwa aku masih mempunyai sifat "sok mengatur".

Sejauh ini aku berkesimpulan, Seun butuh seorang teman. Itulah alasan mengapa malam-malam panjang kami dihabiskan dengan bermain PS.

Ketika bermain PS, Seun akan duduk di kursi gamers kebesarannya yang mempunyai sandaran layaknya kursi mahal. Kursi berjenis seperti itu sering dipakai oleh para youtuber.

Kursi Seun tidak berkaki sehingga kedudukan Seun sama sepertiku yang juga duduk di karpet. Bedanya Seun bisa bermain game berjam-jam tanpa takut kelelahan. Sedangkan aku, baru beberapa saat bermain game, pundakku pegal-pegal.

Kami menikmati kebersamaan dalam bermain game, sampai tengah malam. Layaknya teman biasa, kadang kami saling merendahkan bahkan menghujat satu sama lain kala bermain game. Dalam konteks bermain game, Seun sangat suka interaksi kami yang seperti itu. Dia tidak mempersalahkanku sama sekali.

"Lo mau minum sesuatu? Jangan alkohol nanti lo mabuk," ujarku di kala game over.

"Cola aja."

Aku bangkit lalu mengambilkan Seun cola, sedangkan aku berkutat dengan susu putihku. Kami minum dalam diam sambil memakan kripik kentang yang kubeli di supermarket pagi tadi.

"Emang kenapa kalo gue mabuk?" tanya Seun tiba-tiba.

"Gak kenapa-kenapa," jawabku spontan. Aku menarik napas sejenak. Situasi yang canggung kembali tercipta. Aku malu jika Seun mengingat kejadian malam itu.

"Kemarin pas di rumah mama, lo cium gue di pipi, lo ngomong sesuatu tentang utang. Apa maksudnya itu?"

Bodohnya diriku. Ternyata Seun sama sekali tidak sadar dengan ciuman yang dia lakukan saat sedang mabuk. Mengapa aku menyebutkan kata-kata seolah meminta Seun membayar utangnya. Seun pasti telah melupakan semuanya. Kini aku seperti orang bego yang bingung harus memberikan alasan.

"Mama di belakang ngasih kode terus, gue gak tau gimana caranya nyenengin hati mama. Jadi gue cium pipi lo aja. Gue kan udah pernah lakuin sekali, jadi  gak masalah kalo nambah sekali. Lo gak suka ya?"

"Hm, gue dicium sama anak lulus kuliahan tahun kemarin, gak berprestasi, gak begitu cantik, semua tubuhnya rata, gak sexy, gak lembut, gue pasti bakal marah. Terlalu banyak ngambil kesempatan." Seun mengambil jeda sejenak, mungkin berpikir.

"Tapi kalo lo, tiap hari ngurusin gue dan Christian, gue berasa dicium sama orang yang lebih tua. Dulu waktu kecil, Bik Jum yang ngurusin gue setiap hari, kalo dicium Bik Jum, gue gak masalah. Jadi dicium lo, gue biasa aja," jelasnya panjang lebar.

"Gue selama ini ngira kedudukan gue sama kayak Siti di rumah ini, sama-sama kayak pembantu baru. Ternyata gue lebih mirip bik Jum ya," desahku. Aku  mendengus sesaat mendengar Seun tertawa keras. Dia tertawa begitu lepas. Baiklah, mungkin aku hanya dianggap bik Jum oleh Seun.

"Makanya jangan jatuh cinta sama gue," ledek Seun.

"Gak. Gue tahu kalo jatuh cinta sama lo terlalu beresiko."

Bad PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang