32. Away

3.7K 377 32
                                    

"Kenapa?" tanyaku kala mendekat padanya. Seun menatap tepat ke mataku seperti biasanya sebelum berucap.

"Lo masih mau jadi ibunya Christian?" tanya Seun. Aku kebingungan menjawabnya. Pertanyaan jebakan yang sulit kujawab. Jika aku salah menjawab sudah pasti aku akan kehilangan informasi yang ingin Seun utarakan.

"Gue mau tetap jadi ibu Christian sampe kapan pun, bahkan kalau semua ini udah berakhir buat kita berdua," jawabku. Wajah Seun terlihat lega. Aku keheranan dibuatnya.

"Kalo gitu, tungguin gue," ujar Seun yakin sambil mencengkram kedua pundakku.

"Gue harus nungguin lo pulang kantor lagi? Sekarang aja ngomongnya, lo mau minta pisahkan? Suratnya mana?" Aku mendesak Seun untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Kenapa pikiran lo selalu tentang pisah?" tanya Seun. Aku mengangkat bahuku bertanda tak mengerti.

"Bukannya lo emang mau pisah? Gue juga udah muak sama hubungan ini, kalo lo bawa pacar lo terang-terangan di depan gue kayak gini," ujarku.

"Liette bukan pacar gue, gue gak pernah selingkuh dari lo," balas Seun.

"Lo berani-beraninya ngomong kayak gitu di depan gue, sementara cewek yang lo bilang bukan selingkuhan lo, lagi nunggu di dalam mobil, siap buat berangkat kerja bareng sama lo. Kalo bukan pacar apa namanya? Calon istri?"

Suaraku meninggi karena tidak terima dengan bantahan Seun. Dia membodohiku berulang kali di depan mataku sendiri. Apa susahnya bagi Seun untuk jujur dan mengatakan yang sebenarnya?

"Tunggu gue, gue bakal selesaiin semua ini," ujar Seun.

"Iya sebaiknya cepet lo selesaiin. Untuk masalah orang tua, kalo lo takut mama dan papa marah, biar gue aja yang ngajuin gugatan cerai," putusku.

"Jangan macem-macem, Raci," peringat Seun.

"Oke, oke, kalo lo gak mau malu. Gue tunggu solusi dari lo, secepatnya," ujarku.

Saat itulah aku melihat seulas senyum terbit di bibir Seun. Senyum tulus yang melemahkan pertahananku selama beberapa hari belakangan ini. Senyum itu langsung berganti menjadi wajah datar kala Seun sadar aku sedang memandangnya dengan tatapan aneh.

"Lama banget sih, ayo berangkat sekarang!" ujar Liette yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang kami. Aku menghela napasku. Senyum itu pasti Seun berikan untuk Liette yang berdiri di belakangnya, bukan untukku. Rupanya aku terlalu percaya diri.

"Gue berangkat dulu ya," ujar Seun padaku dengan lembut disertai seulas senyuman seperti tadi. Kali ini dapat aku pastikan bahwa Seun baru saja tersenyum untuk diriku.

***

Hari sudah sangat larut ketika aku mendengar deru suara mobil memasuki halaman rumahku. Aku yang tadi menunggu kedatangan Seun di sofa ruang tamu kini harus kembali ke kamar karena aku mendengar suara gaduh yang mendekati pintu rumahku. Aku tahu itu adalah suara Liette.

Berbagai pikiran buruk menghantuiku. Malam ini setelah menceraikanku mungkin saja Seun ingin tidur ditemani Liette. Atau Seun ingin menceraikanku secara langsung di hadapan Liette agar wanita itu percaya dan mempunyai bahan untuk mengejekku seumur hidupnya.

Aku mendengar suara berisik dan langkah kaki yang diseret ketika aku telah menginjakkan kaki di lantai dua. Aku sedikit mengintip dari balkon lantai dua dan mendapati Seun sedang dipapah oleh Liette. Rupanya Seun mabuk malam ini.

Tanpa berpikir panjang, aku turun kembali ke lantai satu untuk membantu Liette membawa Seun ke kamarnya. Liette sedari tadi membuat kegaduhan dengan gerutuannya karena kesusahan membawa Seun dari mobil sampai ruang tamu.

Bad PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang