31. Step Back

3.3K 346 17
                                    


Kami saling mendiamkan, seperti biasanya. Pagi diisi dengan kesunyian dan malam selalu menghindar satu sama lain. Aku bertahan di rumah ini karena Seun belum mengatakan apa-apa tentang perpisahan kami. Padahal aku sudah sangat terluka sampai tubuhku rasanya tak berdaya.

Ada yang aneh sore ini. Ketika aku bangun tidur, aku menemukan Siti sedang mendandani dan menyiapkan perlengkapan Christian untuk bepergian. Bayi itu mandi lebih awal dari biasanya. Selama Siti mengerjakan tugasnya, ada Seun yang berdiri mengawasi dari depan pintu kamarku.

Aku yang sedang berantakan karena baru sadar dari tidurku, memilih membalikkan tubuh ke arah tembok. Aku pura-pura kembali menutup mata. Aku menaikan selimut sampai sebatas dada. Seun pasti akan mencap diriku pemalas.

Aku sempat mencium aroma parfum wanita yang sangat harum serta langkah kaki yang berhenti di depan pintu kamarku. Aku hanya bisa menahan diriku untuk tidak berbalik badan ke arah pintu sementara rasa penasaran terus menggerogotiku. Aku memilih melanjutkan tidur. 

Setelah aku tidak mendengar suara apa pun lagi, aku bangkit dari tidurku. Mataku mengarah pada sebuah tas berwarna hitam yang terletak di samping tempat tidur Christian.

Aku langsung mencari kehadiran Siti. Sepengetahuanku, Siti dari tadi memasukkan perlengkapan Christian ke dalam tas hitam ini bukan tas putih yang terletak di dekat pintu.

"Siti, Christian ke mana?" tanyaku ketika menemukan Siti sedang mengepel ruang tamu.

"Anu bu, itu, pergi sama bapak, baru aja, gak tau mau ke mana," jawab Siti.

"Kenapa gak diliatin, Seun salah bawa tas loh. Tadi kamu beresin perlengkapan Christian di tas hitam kan?" tanyaku memastikan.

"Iya bu, tas hitam."

"Yang dibawa Seun itu tas putih."

"Salah bawa tas ya bu? Aduh, tadi saya disuruh buatin lemon tea di dapur, pas saya balik mereka udah pergi."

"Seun nyuruh kamu buatin lemon tea?" tanyaku semakin curiga. Lemon tea jelas bukanlah minuman yang Seun suka.

"Itu bu, bukan pak Seun. Ada--"

"Ada cewek ke sini? Gak apa-apa saya udah tau," potongku. Siti mengangguk mengerti.

"Ibu gak apa-apa?"

"Gak masalah, makin deket mereka sama Christian saya makin suka. Cepat atau lambat pasti bakal kejadian kayak gini, jadi, saya udah biasa aja," jelasku sambil berusaha menguatkan diri.

Selain itu, aku ingin berpikir lebih bijaksana karena nanti yang akan terkena imbasnya adalah Christian. Sebisa mungkin aku memastikan Christian mendapat tempat di hati Seun atau siapa pun pendamping hidup Seun kelak.

Aku lantas menatap layar ponselku. Aku menelpon Seun untuk menanyakan keberadaan mereka. Lewat dari tiga puluh menit, Christian pasti sudah membutuhkan susu atau hal lainnya. Jika tidak terpenuhi biasanya bayi itu akan sangat rewel.

Panggilan pertamaku tidak dijawab oleh Seun. Aku tidak menyerah. Aku tetap meneleponnya.

"Halo, Seun," sapaku. Aku hanya mendengar deheman kecil yang bertanda Seun sedang mendengarkanku.

"Lo pasti lagi kebingungan, karena tas bayi yang lo bawa itu salah. Tadi Siti beresin perlengkapan Christian di tas yang warna hitam bukan putih," jelasku.

"Kenapa gak bilang?" tanya Seun.

"Ini gue lagi bilang ke lo. Tadi Siti buatin lemon tea buat Liette, pas Siti nganter ke depan kalian udah pergi," jelasku.

"Lo tau gue lagi bareng Liette?"

"Iya, gue tau. Tadi Liette masuk ke kamar gue ngambil tas. Kalian di mana? Gue ke sana sekarang ya," tawarku.

Bad PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang