42 Pergi

4.4K 479 84
                                    

Sorry baru update, lagi ribet2 nya hehe. Semoga suka ya. Kalo bisa 200 vote lagi. Seneng banget liatnya 😭

***

Aku kesusahan melepaskan tubuhku dari Seun. Jika aku banyak bergerak maka Seun kemungkinan akan terjatuh dari sofa ini. Aku bergidik ngeri membayangkan ada bagian tubuh Seun yang cedera bila jatuh dari sofa. Meski itu mustahil karena aku tahu jarak dari sofa ke karpet tidak terlalu tinggi.

Perlahan aku membangunkan Seun yang lelap tertidur sambil memelukku. Aku mengguncang bahu Seun dengan ragu-ragu.

"Seun, bangun," ujarku sembari mengguncang bahunya.

"Hmm," gumam Seun.

"Christian bentar lagi rewel, gue harus ganti popok sama boboin lagi," ujarku.

Semenjak menjadi istri Seun, aku telah terbiasa bangun pada pukul dua pagi. Hampir setiap hari Christian menangis pada jam tersebut sehingga aku selalu meningkatkan kewaspadaanku.

"Gue aja," ujar Seun nyaris berbisik dengan suara seraknya.

"Emang bisa?" tanyaku menantang. Seun buru-buru bangun dari tidurnya diikuti olehku. Dia terlihat menggosok matanya sembari menatapku yang sudah bergegas berdiri.

"Bisa," jawabnya singkat. Aku meliriknya sejenak.

"Baguslah, lo udah latihan jadi papa yang baik kalo nanti gue udah gak ada di sini." Aku berjalan menjauhi Seun. Seun bergegas menarik tanganku sebelum aku keluar dari pintu. Aku berbalik menatapnya tajam.

"Sekali lo pergi dari rumah ini, lo gak akan bisa masuk lagi," ujar Seun. Matanya balas menyorotku mengintimidasi.

Tiba-tiba terdengar suara Christian menangis dari dalam kamar. Aku bergegas menuju asal suara tadi diikuti oleh Seun. Dini hari yang cukup dingin terasa seolah hangat karena aku dan Seun bekerjasama mengganti popok Christian. Kami juga bergantian menggendong Christian agar kembali tertidur.

Christian tertidur di dalam dekapan Seun. Aku tersenyum senang. Dia kini sudah pandai membuat Christian merasa nyaman. Sekali pun bayi itu sudah lelap, Seun seakan tetap menahan Christian untuk dalam gendongannya. Seun memintaku untuk tidur duluan. Karena begitu lelah, aku pun menuruti keinginan Seun.

***

Pagi ini berjalan seperti biasa. Aku menyiapkan sarapan untuk suamiku sedangkan Siti bertugas merapikan rumah. Setelah kepergian Seun, jantungku semakin berdetak tak menentu. Aku masuk ke dalam kamar berusaha untuk berpikir mengenai keputusanku.

Sebuah pesan masuk ke ponselku. Nama Liette terpampang di sana. Aku menahan napas membaca isi pesan tersebut.

Liette : Setelah jam makan siang, sopir gue bakal jmpt lo.

Liette : Lo hemat ongkos balik kampung.

Liette : Masih ingat janji lo kan?

Kairaci : Iya

Ternyata Liette masih mengingat janjiku dengan begitu sempurna. Keraguanku mendadak hilang. Mataku meredup sejenak, berpikir. Aku mendapatkan sebuah pemikiran baru.

Buru-buru aku mencari sebuah nomor di ponselku. Pikiranku terus berkelana ke mana-mana sembari menunggu seseorang di seberang sana mengangkat panggilanku.

"Halo, Raci," sapa suara di seberang sana.

"Ai, gue mau cerita, jadi gue--" aku menumpahkan segala keluh kesah pada Aini. Aku menceritakan awal mula terjadi pertaruhan ini sampai aku menyatakan diri kalah. Tidak lupa mengenai mobil Liette yang akan menjemputku siang ini.

Bad PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang