7. Batal

2.4K 298 14
                                    

Tiga hari merupakan waktu yang cukup lama bagiku untuk tetap berdiam di kamar. Aku mengerjakan desain UAV yang sebentar lagi akan aku presentasikan di depan para dosen. Selain mengerjakan desain UAV, aku juga terus memikirkan cara agar bisa memberitahukan pada orang tuaku mengenai pembatalan perjodohan ini.

Aku tidak siap melihat wajah kecewa ibu, ayah, dan paman-pamanku. Wajah-wajah sepupuku yang sering ditinggal kerja oleh ayah mereka. Aku gagal mendapatkan investasi saham untuk mereka.

Ibu yang terlihat tidak pernah kekurangan padahal kenyataannya semua harta keluargaku diputar lagi untuk disalurkan ke uang kuliahku dan bisnis baru ayah. Aku menyesal sempat melakukan penelitian skripsi di luar negeri sehingga memakan banyak biaya. Sementara untuk berkerja di bidang penerbangan saja aku enggan.

Selagi dalam masa uring-uringan, ponselku tiba-tiba berdering.

"Halo."

"Kairacia, my sister, ke mana aja lo?" suara Edd mengalun di seberang sana.

"Di kos."

"Ikut yuk malam ini."

"Kemana?"

"Club. Dah lama kita gak joget-joget sampe mabuk," ujar Edd.

"Gak, skip dulu."

"Gak seru. Pada mau bungkus-bungkus, lo ikutlah jagain."

"Gaya banget. Lo pada enak, gue sengsara."

"Lo sih gak pernah mau nyobain."

"Gue lagi fokus ngerjain projek. Kalo mabuk nanti lama efeknya, males," tolakku.

"Yodah, gak setia kawan."

"Lo yang gak setia kawan!" bentakku kemudian mematikan panggilan.

Aku memang adalah penikmat musik-musik keras, tapi tidak dengan keramaian club malam. Berada di antara orang-orang yang tidak kukenal kadang membuatku pusing. Jika sudah berada di club malam, aku lebih suka menempeli satu persatu temanku.

Dalam keadaan separah apa pun mereka, aku masih bisa tetap menyatukan mereka. Itulah mengapa aku sering dijadikan penjaga bila mereka sedang menikmati waktu mereka di club malam.

Sebuah panggilan telepon menyadarkanku kembali. Aku kesal karena pasti akan diminta untuk ikut pergi ke club malam lagi.

"Gue lagi gak bisa ke club, deadline projek gue beberapa hari lagi."

"Gak sia-sia perjodohan kita dibatalin. Cewek malam ternyata." Suara itu langsung menyapa telingaku.

Aku melihat nama penelponnya. Nama Seun tertera di sana. Aku lupa menghapus nomornya.

"Kenapa?"

"Jangan geer gue telepon. Besok anterin jaket kak Adler. Nanti gue kirim alamatnya."

"Hm."

"Jangan jual jaketnya, mahal soalnya."

"Iya."

"Jangan salah paham. Jaket gue sama kak Adler ketuker. Yang gue pake kemarin jaket kak Adler."

"Iya. Udah?" tanyaku memastikan.

"Hm." Baru saja aku ingin mematikan panggilanku, suara cowok itu kembali kudengar.

"Satu lagi, tolong jangan lakukan hal kriminal ke saya, saya gak segan-segan telepon polisi kalo kamu berniat menyakiti saya," lanjut Seun lebih formal.

Bad PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang