#28

43.3K 5.8K 45
                                    

Davian melepas sepatunya dan menaiki kasur Eri.

Ia duduk ditengah kasur besar ini bersama Eri.

Eri menangis.

Mencoba berbicara.

"M-ama E-ri c-a-t-i-t"(mama eri sakit)

Ujar eri terbata bata dengan tangisan.

Davian tertegun mendengar Eri membicarakan mama tatapannya menjadi benci.

Namun tiba tiba terlihat mulut Eri sedikit mengeluarkan darah dengan air mata yang masih mengalir dari mata eri masih menangis.

Davian kaget dan segera berlari melewati lorong di rumah mewah ini.

Apalagi badan Eri yang panas wajah yang memerah membuat Davian panik?

"ALEN HEI BODOH DIMANA KAU"

Teriak Davian rusuh membuat Alen yang sedang membilas wajah di toilet ruangannya berlari mendatangi Davian.

"Saya tuan??"

Ujar Alen.

Davian menarik tangan Alen dengan berlari rusuh diikuti Alen yang planga plongo dengan wajah bingung.

Davian menarik Alen dan mendorong lelaki yang lebih tua darinya ini ke kasur Eri.

Alen mengerti segera ia memeriksa Eri,membersihkan lidah Eri yang kembali terluka.

Alen pamit tapi sebelumnya ia memberi tahu bahwa Eri demam dan memberikan beberapa obat.

Davian dengan cepat memanggil pelayan menyuruhnya membawa air hangat dengan kain dan menempelkannya ke jidat anak kecil didepannya ini.

Setelah itu davian ikut berebah disamping kanan Eri.

Eri menangis dengan mata tertutup dan badan yang panas sekali.

Davian memberikan Eri obat dan tidak lama Eri tertidur.

Ia memeluk anak kecil didepannya dengan hangat.

"Unggg"

"Aku bukannya perduli hanya takut dimarahi ayah,ya hanya itu alasannya-!!" Batin Davian.

Suara Eri terdengar serak dan tidak nyaman membuat Davian merasa hatinya tak nyaman ntah kenapa hanya karena melihat anak kecil yang ia benci,sakit.

Ia memeluk Eri dengan cara melingkarkan tangannya perut Eri dan memeluk nya erat.

Tidak berapa lama davian malah ikut tertidur,dan membolos dari kelasnya lagi..

•||

Sedangkan ditempat lain.

Seorang pria tampan sedang berlatih dengan serius.

LUCAS.

Lelaki itu memainkan pedangnya dengan ekspresi dingin diwajahnya.

Jangan lupakan prajurit nya yang sudah habis tepar ntah berapa puluh orang didepannya,hanya karna dirinya.

Merasa bosan lucas mendengus kasar melempar pedang.

"Lemah."

"Tingkatkan,jika begini terus.."

Lucas menarik nafas panjang

"Para tikus bisa saja menembus rumahku,tapi sebelum itu terjadi tetapi tentu saja aku akan membunuhnya."

Ucapan terakhir lucas sebelum beranjak pergi membuat ratusan prajurit itu merinding.

Je papa is erg onbeleefd!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang