14 - Decision

483 77 0
                                    

Saat ini masih termasuk jam istirahat meskipun bel sudah berbunyi dari lima belas menit yang lalu. Jian, Dendra dan juga Yovan baru saja menyelesaikan waktu istirahatnya di kantin. Kini mereka tengah berjalan di koridor sekolah. Niatnya ingin menuju ke lapangan basket yang berada di belakang aula. Sekolah mereka memang memiliki tiga lapangan dengan fungsi berbeda. Di bagian depan ada lapangan untuk Upacara ataupun kegiatan lain saat sekolah sedang mengadakan acara. Sementara dua lainnya merupakan lapangan futsal dan lapangan basket yang dikhususkan untuk olahraga tersebut.

"KAK JIAN. KAK YOVAN!"

Jian dan Yovan yang tengah berjalan santai sambil bercanda tersentak saat mendengar suara seseorang yang memanggil nama mereka. Jian dan Yovan kontan menoleh pada sumber suara. Sementara Dendra hanya terpaku di tempatnya berdiri.

Ia mengernyit heran. "Kok gue gak dipanggil juga?"

"Dia gak tau nama lo kali." Yovan berasumsi sambil menatap ke arah cewek yang sedang berjalan cepat menghampiri mereka bertiga.

"Dih, parah. Gue kan terkenal. Siapa sih warga sekolah yang gak tau gue?"

"Sok ngartis banget lo!" Jian memutar bola matanya sambil berujar sinis.

"Hadeh, saya cari kemana-mana ternyata ada di sini." Cewek itu berucap sambil menghela napas lelah.

Jian mengangkat salah satu alisnya. "Lo nyari siapa?"

"Kak Yovan sama Kak Jian."

"Gue gak dicari juga?" Dendra menunjuk dirinya sendiri.

"Saya punya urusannya sama Kak Yovan dan Kak Jian doang, Kak."

Yovan dan Jian seketika sibuk menyembunyikan tawa, sementara wajah Dendra langsung berubah merah.

"Sorry Kak Dendra." Cewek itu terkekeh. "Ini berkaitan sama Pensi yang waktu itu Kak Jian dan Bu Mayang omongin."

Jian mengangguk paham. "Kenapa? Lo nungguin jawaban dari gue?"

"Iya, Kak. Saya tunggu jawaban Kakak secepatnya."

Jian terdiam sejenak. Cowok itu mengusap dagunya, berlagak berpikir. "Gue jadi kayak abis ditembak cewek."

Yovan refleks menyikut perut Jian yang lantas membuat Jian mengaduh kesakitan. Yovan mendengus. "Jaga kata-kata lo, Yan. Gak enak ngomong begitu sama... eumm... siapa namanya?"

"Puspa, Kak. Dari kelas 11 IPA 3. Anggota OSIS sekaligus seksi acara untuk Pensi dan perayaan ulang tahun sekolah."

"Buset, lengkap banget!" Yovan mengerjap beberapa kali.

"Oke, Puspa. Lo gak lagi kita ospek jadi santai aja kalo ngobrol sama kita bertiga. Yovan sama Dendra gak bakal gigit. Cuma hati-hati ya mulut mereka bau buaya." Jian menimpali. Sedikit memahami kegugupan Puspa ketika berbicara dengan mereka. "Mau ngomongin soal apa aja?"

"Jawaban Kak Jian sama Kak Yovan buat isi acara di Pensi. Hari ini OSIS udah mulai rapat untuk persiapan dan keperluan Pensi sama bazar. Besok juga OSIS mau diskusiin rundown acara." Puspa menjelaskan dengan sabar. "Tadi saya udah bicara sama Bu Mayang, tapi kata beliau Kak Jian sama Kak Yovan belum kasih keputusan apa-apa."

Jian dan Yovan terdiam. Lalu setelahnya mereka malah saling menyenggol satu sama lain. Di sebelahnya, Dendra sudah terlihat jengah dengan tingkah kedua temannya yang dari awal pembicaraan terlalu banyak bercanda.

"Senggol-senggolan aja terus sampai subuh!" Dendra menukas sewot. "Kasian Puspa jelasin panjang lebar lo berdua malah bertingkah gak jelas!"

Jian menghela napas. "Masalahnya tuh pasti bakalan ribet nyiapin penampilan buat Pensi."

The Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang