24 - Lonely

442 68 2
                                    

Siang ini Herga berencana makan bersama dengan Jiko. Dia mempunyai kelas yang masih dimulai beberapa jam lagi, sementara Jiko sudah tidak memiliki kegiatan lain di kampus. Mereka memutuskan untuk pergi makan di salah satu tempat makan yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus. Selain makan malam, Herga dan keempat temannya terbilang jarang makan bersama, karena masing-masing dari mereka memiliki kesibukan yang berbeda. Namun ketika ada waktu luang, Herga biasanya mengiyakan ajakan temannya untuk makan siang bersama, seperti saat Ia makan bersama Aska beberapa hari yang lalu.

Herga tengah berjalan di sebuah koridor bangunan. Ia berencana menghampiri Jiko di gedung fakultasnya. Koridor yang Ia lewati terbilang sepi. Jarang ada mahasiswa yang berlalu-lalang di sini. Cowok itu masih berjalan santai. Beberapa kali mengecek arloji yang melingkar di tangannya, hingga tiba-tiba, langkah kakinya mendadak terhenti.

Herga terdiam. Menatap lurus ke arah seseorang yang berada tidak jauh di hadapannya. Pandangan matanya mendadak berubah datar.

Orang yang berada di depan Herga adalah Yoshi. Ia sama kagetnya dengan Herga. Tetapi berbeda dengan Herga yang hanya terdiam, Yoshi justru perlahan-lahan berjalan mendekat ke arahnya.

"Herga."

Cowok itu mendengus. "Kenapa sih gue harus ketemu sama lo lagi?!"

"Gue..." Yoshi mendadak gugup. "Gue mau ngomong sama lo, Ga."

"Sayangnya gue gak mau ngomong sama lo!"

"Untuk kali ini, Ga. Gue mohon dengerin gue dulu."

Herga tertawa sinis. "Apa lagi sih emang yang mau lo bahas? Semuanya udah cukup. Gue gak merasa perlu dapet penjelasan dari lo!"

"Soal apa yang terjadi dulu, gue minta maaf. Waktu itu gue beneran gak bermaksud apa-apa sama lo, Ga. Gue gak tau kalo ternyata niat gue untuk bantu bokap lo justru malah menambah permasalahan lo. Gue bener-bener gak tau." Yoshi menerangkan. Ia benar-benar merasa bersalah. "Gue minta maaf, Ga."

"Seharusnya lo ngaca! Lo pantas gak dapet maaf dari gue?"

"Herga—"

"Kesalahan lo bener-bener bikin hidup gue semakin buruk. Dan setelah apa yang lo lakuin, lo kira gue bisa terima permintaan maaf dari lo gitu aja?"

Yoshi terdiam. Tidak tau harus menjawab pertanyaan Herga dengan cara apa.

Sampai hari ini, Herga masih belum bisa memaafkan semuanya. Apa yang Yoshi lakukan dua tahun yang lalu jelas bukan hal yang mudah Ia terima. Hidup Herga sudah dipenuhi luka, dan apa yang telah Yoshi lakukan dulu jelas hanya menambah masalah dalam hidupnya. Apalagi dulu Herga harus menjalani semuanya sendirian, karena Mario juga pergi dan lebih memihak Yoshi dibandingkan dirinya. Hal yang terjadi hari itu jelas begitu menyakiti Herga, dan hingga sekarang, Herga bahkan belum bisa melupakan rasa sakitnya.

Ia seperti dikhianati oleh dua orang yang merupakan teman baiknya sendiri.

"Permintaan maaf lo itu cuma omong kosong. Lo udah buang-buang waktu gue. Dan gue juga berharap ini jadi terakhir kalinya lo ngomong sama gue." Herga kembali menukas dengan nada yang dingin. "Karena kedepannya gue juga gak mau ketemu sama lo lagi!"

Setelah bicara begitu, Herga langsung berjalan meninggalkannya. Kata-kata Herga dengan telak membungkam mulutnya. Yoshi betul-betul pasrah. Apalagi saat menyadari bahwa Herga memang tidak akan bisa membukakan pintu maaf untuknya, bahkan disaat Yoshi sudah berusaha.

Baru beberapa langkah Herga meninggalkan Yoshi, Ia kembali dibuat terdiam saat melihat Mario yang tengah berdiri sambil menatap ke arahnya. Dari awal, Herga dan Yoshi sama sekali tidak menyadari jika Mario turut mendengar apa yang mereka berdua bicarakan. Mario juga hanya bisa diam. Ia hanya mampu memperhatikan bagaimana kondisi pertemanan yang telah mereka jalin jadi semakin kacau karena suatu kesalahan.

The Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang