32 - Your Story

390 67 0
                                    

Setelah pertemuannya dengan Juan beberapa hari yang lalu, hari ini Jian dan Juan memutuskan untuk kembali bertemu. Juan yang menghubungi Jian pertama kali. Ia berkata pada Jian bahwa ada hal yang ingin Ia bicarakan. Hal ini begitu penting, sehingga Jian yang awalnya ingin menolak, memilih untuk menerima ajakan Juan untuk bertemu. Dari sekian banyak tempat, Juan mengajaknya bertemu di dekat sekolah Jian. Tempat itu terletak di pinggir jalan besar. Selain sebagai salah satu alternatif bagi pejalan kaki, warga sekitar juga memanfaatkan tempat itu sebagai salah satu ruang terbuka hijau.

Jian baru pulang sekolah saat hari menjelang sore, karena Ia harus mengikuti jadwal pendalaman materi yang diadakan. Mengetahui kegiatan adiknya di sekolah, Juan akhirnya mengajak Jian bertemu saat sore. Di menit-menit awal Juan dan Jian bertemu mereka sama-sama terdiam. Hanya duduk di atas rerumputan hijau dan sibuk menatap pohon rindang. Juan sempat berbasa-basi menanyakan soal kesehatan Jian dan setelah anak itu menjawab, mereka kembali larut dalam keheningan.

Sadar akan suasana yang semakin awkward, akhirnya Jian memutuskan untuk berbicara. "Lo ngajak gue ketemu pasti bukan untuk bengong doang."

Juan tersentak. "Eh, sorry."

"Apa yang mau lo omongin?"

Tidak ada jawaban dari Juan. Cowok itu hanya menunduk sambil menatap kakinya sendiri. Sejujurnya Juan ingin membicarakan soal rahasia yang selama ini Ia simpan karena janjinya pada Bunda. Juan berencana memberitahu semuanya pada Jian. Namun entah mengapa, dari awal Ia dan Jian duduk bersebelahan, ada rasa gentar di dalam hatinya. Ia tidak takut untuk bercerita pada Jian, yang Ia takutkan adalah reaksi Jian setelah mengetahui semuanya. Juan takut Jian akan kembali marah karena Ia baru memberitahu permasalahan antara Ayah dan Bunda sekarang.

Tetapi bagaimanapun juga, Jian berhak tau soal ini semua.

Juan menghela napas pelan. "Ini soal Bunda."

"Maksud lo?"

"Gue akan ceritain semua permasalahan yang ada di keluarga kita."

Jian terdiam. Berusaha memahami arti dari ucapan Juan.

"Selama ini Bunda udah simpan rasa sakit, bahkan dari sebelum Bunda punya penyakit."

"Gue... gak ngerti."

Juan menoleh. Menatap Jian yang kini juga sedang menatapnya. "Gue mungkin terkesan jahat karena simpan masalah ini sendiri. Bahkan gue sembunyiin dari lo dan Jean selama bertahun-tahun. Dulu gue selalu berpikir ada waktu yang tepat bagi lo dan Jean untuk tau soal ini semua. Dan sekarang gue mau kasih tau lo soal masalah yang selama ini terjadi di antara Ayah dan Bunda."

Tanpa menunggu balasan Jian, Juan mulai menceritakan awal mula permasalahan yang terjadi di antara kedua orang tuanya. Perselingkuhan Ayah, pertengkaran hebat yang pernah Juan saksikan dulu, hingga perpecahan yang terjadi di keluarga mereka jauh sebelum Bunda tiada. Jian dan Jean tidak mengetahui pasti masalah antara Ayah dan Bunda. Selama ini mereka hidup dalam sandiwara yang dimainkan oleh Ayahnya sendiri. Bunda dan Juan jelas mengetahui bagaimana sikap Ayah berubah secara perlahan. Namun Jian dan Jean tentu tidak menyadari itu.

Jian langsung merasakan hantaman yang begitu keras pada hatinya. Semua ini terlalu tiba-tiba. Selama ini Ia hanya berpikir alasan dari perubahan sikap Ayah karena kepergian Bunda. Jian tidak tau jika ada alasan lain di baliknya. Bunda terlalu banyak menyimpan rasa sakit dalam hidupnya. Bahkan ketika Bunda tengah berjuang melawan penyakit yang dialami, Ia turut menderita karena menyimpan rasa sakit akibat perselingkuhan Ayah. Selama bertahun-tahun Juan dan Bunda menutupi permasalahan itu dari Jean dan juga dirinya. Juan bahkan tetap bungkam meskipun Bunda sudah tiada.

Jian spontan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ini terlalu menyakitkan baginya. Mendadak Ia teringat pada hari kematian Bunda. Dadanya terlalu sesak untuk sekedar membayangi betapa sakitnya Bunda harus menanggung semua luka yang telah disebabkan Ayah.

The Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang