1 - Sunday

2.7K 164 27
                                    

Minggu, 08.00 AM

Jiko berjalan dari arah dapur menuju kamar sambil membawa sebuah panci dan sodet—alat untuk menggoreng. Ia lantas membuka pintu yang kebetulan tidak terkunci. Kakinya melangkah lebih dekat dengan kasur. Tanpa mempedulikan orang yang masih tertidur di atasnya, Jiko justru malah terlihat bersemangat melancarkan sebuah aksi.

PRANGGGG PRANGGG PRANGGG

Ia memukul panci itu berkali-kali. Suaranya lantang. Gesekan antara kedua benda berbahan stainless steel yang sangat nyaring bahkan mampu membangunkan warga satu dusun.

"BANGUN BANGUN!" Jiko berteriak sambil memukul-mukul panci yang Ia bawa. "ADA MALING ADA MALING!"

Tanpa menunggu lebih lama, targetnya langsung membuka mata dan terduduk di atas kasur. Wajahnya terlihat syok. Meskipun detik setelahnya, Ia langsung menunjukkan lirikan sadis ala-ala Bawang Merah pada Jiko.

"SETAN LO!"

"Kuping lo tuh ketutupan setan!" Jiko membalas, tak kalah ganas. "Udah dua kali balik gue ke sini buat bangunin lo tapi masih bisa lo tidur tentram dan damai."

"Bisa kan banguninnya tuh biasa aja?" Ia bertanya. "Heboh banget. Penonton alay lo?"

Jiko tersenyum miring. "Justru ini cara paling manusiawi. Niatnya gue mau sekalian bangunin lo pake bedug Masjid."

Ia mendesis, lantas tangannya meraih bantal kecil dan langsung melemparnya ke arah Jiko.

Jiko yang ternyata cukup lihai dalam berkelit, mampu bergerak gesit sehingga lemparan bantal tersebut meleset bahkan tanpa menyentuhnya sama sekali.

"WOY JUANKA!" Jiko melotot. "Kurang ajar lo!"

"Bodo!" Juan balas melotot, lalu mengambil posisi untuk kembali tidur.

"ETTTTT ETTTTT, GAK PAKE TIDUR LAGI!!" Jiko menarik salah satu lengan Juan dengan gerakan bar-bar. Cowok itu bahkan turut menyetnya hingga jatuh dari atas kasur. "Enak banget lo mau balik tidur. Lo kira lagi nginep di Villa Puncak? Bangun!"

"ADUH, JIK! ANJRIT, BISA SANTAI GAK SIH?!" Juan merintih kesakitan saat pantatnya terbentur permukaan lantai. "Pusing gue denger lo teriak-teriak mulu kayak lagi demo!"

"Lo juga teriak-teriak mulu kayak lagi nonton dangdut!" Jiko menyahut galak. "Bangun. Gue punya kejutan buat lo."

"Gue kan gak lagi ulang tahun?"

"Ini namanya kejutan hari Minggu."

"DIH?"

"DOH!" Jiko membalas. Tangannya menarik ujung kaos yang Juan kenakan dan langsung menyeret paksa cowok itu untuk berjalan. "Ikut gue ke dapur. Sekarang!"

Sepanjang perjalanan menuju dapur, Juan tidak ada henti-hentinya berteriak. Ia juga memohon kepada Jiko untuk tidak menariknya, karena Juan jadi terlihat seperti anak kucing yang baru diangkat dari dalam comberan. Namun Jiko adalah Jiko. Jangankan menuruti ucapan Juan, justru Ia malah menambah kekuatan ekstra untuk menyeret Juan supaya lebih cepat berjalan.

Sesampainya di dapur, Jiko langsung membawa Juan menuju wastafel yang terdapat banyak piring, gelas, sendok garpu, dan alat-alat makan kotor lainnya.

"TARAAAA!" Jiko nyengir. "Kejutan Minggu Pagi."

"Piring kotor maksud lo?"

"Gak cuma piring bahkan, ada gelas, sendok, baskom, kuali, panci sama—"

"Gak usah disebut satu-satu. Udah kayak tukang perabot keliling lo!" Juan memutar bola mata. "Terus ngapain?"

"Ya menurut lo aja gimana?" Jiko balik bertanya. "Cuciin semuanya, lah!"

The Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang