33 - Our Home

465 64 1
                                    

Bel pulang sekolah berdering. Setelah menyelesaikan rentetan jam pelajaran, siswa dan siswi lantas berhamburan keluar kelas untuk pulang dari sekolah. Jean tengah berjalan di antara banyaknya kerumunan yang memadati area sekolah untuk menuju gerbang. Hari sudah beranjak sore dan langit berwarna sangat gelap. Angin juga berhembus cukup kencang. Jean langsung memasang tudung hoodie yang Ia pakai. Perasaannya berkata kalau sebentar lagi akan turun hujan.

Saat Jean sudah berada beberapa meter dari gerbang, langkah kakinya justru terhenti. Anak itu langsung membatu di tempat kala melihat Juan berdiri dekat gerbang sekolah dan sedang memandang ke arahnya. Jean seketika terdiam. Ia terlalu terkejut melihat sosok Juan di sana. Selama beberapa waktu mereka sama-sama terpaku dan hanya saling memandang. Jean menghembuskan napas secara perlahan, lantas memutuskan untuk terus berjalan menuju gerbang.

Saat Ia sudah berada di dekat Juan, Ia tidak berhenti. Anak itu terus saja berjalan tanpa mempedulikan Juan.

"Jeansyah." Juan memanggil sambil menghampirinya. "Tunggu dulu, Je. Sebentar."

Jean mau tidak mau berhenti berjalan. Apalagi Ia menyadari ada banyak pasang mata beberapa kali mencuri pandang ke arah mereka. "Mau apa lagi sih lo?!"

"Gue mau anter lo pulang ke rumah."

"Gue gak mau!"

Tanpa banyak bicara, Jean langsung menolak. Anak itu kembali berjalan meninggalkan Juan di sana.

"Biarin gue anterin lo pulang ke rumah, Je." Juan kembali menghampiri Jean dan menahannya agar tidak berjalan. "Sekali ini aja. Tolong jangan nolak."

"Gue udah bilang kalo gue gak mau!" Jean sedikit meninggikan suaranya. Membuat beberapa orang yang juga sedang berjalan melirik heran. Jean menghela napas pelan saat Ia menyadari bahwa di sekitarnya masih dalam keadaan ramai. "Mending lo balik dan jangan pernah dateng ke sekolah gue lagi!"

Setelah berbicara begitu, Jean langsung melangkahkan kakinya kembali. Juan menggigit bibirnya sambil berpikir apa yang harus Ia lakukan lagi. Meskipun sudah tertolak mentah-mentah oleh Jean, tentunya itu tidak langsung membuat Juan gentar. Cowok itu akhirnya memutuskan untuk berjalan mengikuti Jean dengan jarak yang tidak begitu dekat. Juan mengikuti setiap langkah kaki Jean. Meskipun berada beberapa meter di belakang Jean, yang terpenting Ia tetap bisa berjalan bersama adiknya.

Jean yang ternyata menyadari apa yang Juan lakukan akhirnya menoleh ke belakang. Ia langsung menatap Juan dengan tatapan tajam. "Lo ngapain ngikutin?!"

"Gue kan udah bilang kalo gue mau anterin lo pulang."

"Gue gak mau! Ngerti bahasa manusia gak sih lo?!"

"Lo gak perlu peduliin gue di sini. Jalan terus aja gak apa-apa. Gue bisa ikutin dari belakang." Juan membalas santai. "Gue cuma mau mastiin lo pulang ke rumah dengan selamat."

Jean berdecak. Cowok itu lantas berjalan dengan langkah cepat. Untuk menuju halte tujuannya membutuhkan waktu beberapa menit. Selama di perjalanan, Jean merasa tidak nyaman karena Juan yang berjalan di belakang sambil mengikuti langkah kakinya. Jika Jean ke kiri, Ia ikut ke kiri. Jika Jean ke kanan, Juan juga ikut ke kanan. Jean bisa mengetahui itu karena Ia beberapa kali curi-curi pandang ke arah belakang. Karena dirinya terus merasa tidak nyaman, Jean akhirnya memutuskan untuk berhenti berjalan dan menoleh ke arah Juan.

Jean mendengus, lalu tiba-tiba kakinya mengambil langkah mundur untuk menghampiri Juan yang berada di belakangnya. Saat mereka benar-benar sejajar, Juan menatap heran. Ia masih belum mengerti apa maksud dari tindakan Jean.

"Ngapain bengong?"

"Lo.... kenapa?"

"Lo pikir gue nyaman diikutin dari belakang? Lo udah kayak jambret tau gak?"

The Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang