39 - Reality

408 57 0
                                    

Jika dunia adalah teka-teki paling rumit yang sengaja diciptakan, akankah Ia menemukan alasan di balik hidup yang selalu memberinya kesedihan?

Dunia adalah wujud dari ketidakpastian. Seperti terjebak dalam hutan yang dipenuhi pohon-pohon besar, manusia harus bisa mencari jalan keluar. Tidak peduli berada di kegelapan atau tersasar tanpa arah dan tujuan. Tidak peduli terperosok pada lembah yang mencekam atau jurang yang sangat dalam. Manusia harus mampu melanjutkan perjalanan. Manusia harus tetap bertahan, meskipun tidak pasti akan menemukan sinar di ujung hutan atau justru tidak akan pernah pulang.

Layaknya terperangkap dalam ruang hampa, manusia harus bisa menerka segala arah. Mencari tanda pada sudut-sudut ruang tanpa celah. Menjelajahi lorong-lorong panjang yang seakan tidak ada ujungnya. Manusia harus bisa menemukan jalan walau kehilangan tenaga. Tetap melewati lorong sepi walau tak mampu mendengar suara. Manusia harus bisa menemui cahaya, meskipun tidak pasti akan mendapat petunjuk arah atau justru upaya yang dilakukan berakhir sia-sia.

Dunia adalah wujud dari ketidakpastian. Bahkan dalam kehidupan, manusia tidak pernah tahu waktu akan membawanya pada akhir yang membahagiakan atau justru mengecewakan. Manusia hanya bisa berharap, lantas membiarkan semua berjalan sesuai takdir yang telah digariskan. Manusia hanya mampu berusaha dan menyerahkan segalanya sesuai dengan apa yang sudah ditentukan. Manusia hanya bisa melakukan, tanpa tahu pasti hal itu akan berakhir sesuai keinginan atau justru berbanding terbalik dengan kenyataan.

Saat Haivan kecil, Ia tidak pernah menduga masa remajanya akan menghadapi prahara rumah tangga yang disebabkan oleh orang tuanya sendiri. Permasalahan yang membawa luka, lantas merampas rasa bahagia dari dalam hidupnya. Haivan tidak pernah sadar ketika sebelumnya, Ia masih merasakan hubungan harmonis yang dibangun oleh Mama dan Papa, lantas setelahnya Ia harus menerima sakit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hidupnya berganti warna. Tidak ada cerah. Tidak ada ceria. Yang ada hanyalah hitam dan kelam yang membuat hidupnya seperti tidak lagi berwarna.

Masa remajanya terlewati begitu saja, karena Ia dituntut oleh keadaan untuk lebih dulu mendewasa. Haivan harus menerima segala luka. Saat Ia mulai bisa meyakini hari esok akan ada bahagia, lagi-lagi semesta memberinya luka. Haivan harus menerima kenyataan bahwa kedua orang tuanya tidak lagi bersama. Hidup tanpa kasih sayang yang sempurna seperti mimpi buruk baginya. Ia merasa jika dunia membalikkan keadaan hanya dalam waktu sekejap saja.

Haivan menjalani hidup sambil mencari kekuatan. Melewati hari sambil memungut sisa-sisa harapan. Ketika Ia mencoba menerima semua kenyataan, Ia harus menghadapi hal yang rasanya tidak kalah menyakitkan.

Seseorang yang diharapkan mampu membantunya bangkit dari luka. Seseorang yang Ia harapkan bisa membantunya agar kembali bahagia. Seseorang yang Haivan harapkan mampu menjadi alasan untuk terus bertahan, ternyata pergi meninggalkannya. Herga pergi bahkan tanpa berkata apa-apa. Ia tidak pernah mendapatkan pesan. Hal terakhir yang Ia ingat tentang Herga hanyalah rasa marah yang tidak pernah Ia suarakan, juga kekecewaan yang selama ini terpendam. Haivan menutup segala kenangan tentang Herga dengan kebencian. Ia pernah berjanji pada dirinya sendiri jika Ia tidak akan semudah itu untuk memberinya kesempatan.

Namun dunia adalah wujud dari ketidakpastian.

Pada akhirnya, Haivan mengingkari janji dengan dirinya sendiri.

Haivan memberikan kesempatan pada Herga dan memaafkan segala kesalahannya. Selama ini Ia terlalu buta. Ia terlalu memikirkan rasa sakitnya, tanpa berpikir jika Herga juga terluka. Haivan akhirnya mencoba damai dengan kenyataan. Ia mulai memperbaiki keadaan. Kembali merangkai hari yang sebelumnya rusak karena permasalahan. Di saat Haivan kembali yakin dengan adanya bahagia, kini lagi-lagi Ia harus menerima hal yang terlalu sulit untuk dipercaya.

The Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang