41 - Stronger

411 59 0
                                    

Haivan menyadari jika dalam kehidupan, terkadang keinginan tidak akan semudah itu untuk didapatkan. Setiap detik dari waktu yang Haivan punya, Ia tidak pernah berhenti berharap akan kondisi Herga. Hampir di sepanjang malam Haivan terjaga. Menemani kakak laki-lakinya dan berharap esok pagi Herga akan membuka mata. Namun kenyataannya, sampai saat ini Herga belum juga terbangun. Hari-hari berlalu. Terhitung lebih dari tiga minggu Herga hanya terbaring di atas ranjang rumah sakit.

Dokter yang menangani Herga berkata jika kondisi Herga mengalami peningkatan, meskipun tidak terlalu stabil. Haivan sedikit merasa lega. Setidaknya Herga menunjukkan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Hanya saja kekhawatiran di dalam hati Haivan tetaplah ada. Setiap kali Ia melihat Herga terbaring lemah dan tak kunjung membuka mata membuat Haivan merasa takut. Dan setiap kali Ia menggenggam tangan Herga, Ia juga masih merasa yakin jika Herga pasti akan tetap bertahan.

Waktu bergulir. Hari terus berganti. Haivan kini sudah kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia kembali bersekolah. Saat jam pulang tiba, Ia langsung pergi ke rumah sakit untuk berada di dekat Herga. Ujian semakin dekat. Haivan harus belajar ekstra demi menghadapi ujian nanti, tetapi belakangan ini, Ia merasa tidak fokus setiap kali berada di sekolah. Pikirannya selalu dibayangi oleh Herga. Meski begitu, Haivan akan berusaha keras agar bisa menyelesaikan ujian nanti. Ia sudah berjanji pada Herga dan Ia jelas harus menepatinya.

Kini Haivan juga merasa lega, karena sesuai ucapan Aska, tidak ada yang membiarkan Herga sendiri. Juan, Jae, Jiko, dan Aska selalu menemani Herga selama di rumah sakit. Mama juga selalu berada di dekat Herga dan turut memantau kondisinya. Wanita itu bahkan hampir tidak pernah pulang ke rumah. Tidak hanya itu saja, Yoshi dan Mario kini juga turut membantu menemani Herga. Haivan sudah menghubungi keduanya. Yoshi tidak lagi merasa ragu tiap kali datang ke rumah sakit. Mario juga sikapnya tidak sekaku saat Ia dan Haivan pertama kali bertemu.

Dari semua teman-teman Herga, Jiko paling menunjukkan jarak pada Yoshi dan Mario. Ia jelas merasa tidak suka dengan kehadirannya, namun saat melihat Haivan begitu akrab dan berhubungan baik dengan Yoshi dan Mario, Jiko mulai bisa menerima. Jarak yang awalnya terlihat jelas kini tidak lagi ada. Mereka sering mengobrol saat bertemu di rumah sakit. Jae dan Juan jadi lebih banyak diam. Mereka jelas mengetahui masalah Herga dengan kedua temannya, namun mereka juga tidak bisa mengabaikan Haivan yang juga berhubungan baik dengan Yoshi dan Mario. Akhirnya secara perlahan mereka juga mulai bisa menerima satu sama lain.

Haivan merasa bersyukur karena Herga masih memiliki orang-orang baik di sekitarnya. Orang yang rela memberikan sebagian waktu untuk menemaninya selama di rumah sakit. Meskipun sampai hari ini Herga belum juga siuman, setidaknya Herga tidak pernah sendirian. Ada banyak orang yang berharap agar Ia dapat bertahan.

Pulang sekolah tadi Haivan langsung datang ke rumah sakit. Saat Ia tiba di sana ada Mama, Juan, dan juga Aska. Ia sempat berada di sana sebentar, sebelum akhirnya Ia memutuskan untuk pergi ke taman rumah sakit. Haivan merasa butuh waktu untuk dirinya sendiri. Belakangan ini Ia menghadapi keadaan yang sulit. Waktu sendiri jelas memberinya ruang agar bisa menenangkan hati.

Haivan menyandarkan tubuhnya pada sandaran bangku yang sedang Ia duduki. Ia menatap langit yang ada di atasnya. Awan berwarna kelabu. Sepertinya sebentar lagi hujan akan segera turun. Saat Haivan tengah memandang pada gelapnya langit, Ia merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Haivan otomatis menegakkan badan. Ia menoleh dan mendapati sosok cowok menggunakan seragam sekolah.

Orang yang berada di sampingnya adalah Jian.

Orang yang berada di sampingnya adalah Jian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang