15 - Thank You

428 73 1
                                    

Diantara tiga anaknya, Bunda memang mengakui kalau Jean adalah anak yang sedikit cengeng. Dia bisa dengan mudah menangis bahkan hanya karena Jian yang sengaja mengacak rakitan lego miliknya. Atau ketika Juan yang tanpa henti meledek dan menertawakannya. Jean akan menangis, mengadu pada Bunda dan langsung melebur dalam dekapannya. Jika sudah begitu, Bunda biasanya akan mengomel pada dua anaknya yang lain. Sementara Juan dan Jian hanya akan menunduk, berpura-pura menyesal telah membuat Jean menangis, lantas kembali melakukan itu di hari selanjutnya.

Untungnya, Bunda mempunyari jurus andalan yang bisa membuat Jean tidak lagi menangis. Biasanya wanita itu akan membelikan Jean selusin donat dengan berbagai varian rasa. Jean yang entah mudah disogok atau memang sudah menjadi penggemar kelas berat donat, akan dengan senang hati menerima makanan tersebut. Dia akan memamerkannya pada dua kakaknya, lantas memakannya dengan perasaan riang seolah sebelumnya tidak terjadi apa-apa.

Dan karena itu, donat menjadi makanan wajib yang Bunda beli jika Jean sudah mulai ada di kondisi mood yang buruk. Tidak jarang Bunda membuat donat sendiri dan memaksa Juan serta Jian membantunya sebagai bentuk permintaan maaf pada adik bungsunya. Sementara Jean hanya duduk santai sambil sesekali tertawa menyaksikan wajah ogah-ogahan Juan dan Jian membuatkan donat untuknya.

Mengingat bagaimana Jean menangis dan terisak semalam, entah mengapa membuat Jian pulang sekolah tadi langsung menyambangi store di salah satu mall dan membeli selusin donat untuk Jean. Jian merasa bersalah tidak bisa berada di sisi adiknya bahkan ketika Ia sedang menangis, dan karena itu, untuk menebus kesalahannya Jian berharap makanan favorit Jean dapat membantu mengembalikan mood anak itu.

Jian berharap Jean tidak lagi bersedih.

Begitu tiba di rumah, Jian langsung disambut sepi. Ayah tidak berada di rumah sedangkan Jean belum pulang dari sekolah. Cowok itu memilih berdiam di ruang keluarga. Menaruh selusin donat di atas meja, bersamaan dengan dua Chatime yang kebetulan Ia beli.

Karena feelingnya berkata bahwa Ia akan menunggu Jean sedikit lebih lama, Jian memutuskan untuk menonton televisi. Selama ini Ia jarang sekali menonton televisi, makanya Ia tidak tau apa ada acara bagus yang cukup enak untuk Ia lihat. Namun setelah berganti-ganti saluran, Jian tidak menemukan tontonan yang menarik. Hingga akhirnya Ia memilih menonton film lain.

Lebih dari setengah jam Jian berada di sana, duduk di lantai bersandarkan badan sofa. Menonton dengan fokus layar televisi yang menyala di hadapan satu kotak donat dan dua minuman dingin yang sekarang sudah berembun.

"Sejak kapan lo suka nonton Barbie?"

Jian tersentak ketika satu suara dari arah belakangnya tiba-tiba terdengar. Cowok itu menoleh secara perlahan, mendapati Jean tengah menatap heran ke arahnya dan layar televisi secara bergantian.

"Gue.... gak nonton Barbie."

"Lah itu di TV apa kalo bukan Barbie? Upin Ipin?" Jean menuding layar televisi yang menyala. "Mana ada Upin Ipin pake gaun pink."

Buru-buru Jian meraih remot televisi di atas meja dan langsung menekan tombol power di sana. Dalam sekejap, layar televisi berubah jadi gelap.

Jian menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Gak ada acara TV yang menarik tadi, jadi gue milih nonton film. Dan... hmm... tiba-tiba kepikiran Barbie. Terus gue tonton, deh. Hehe."

Jean berusaha menahan tawa.

"Emang kenapa kalo nonton Barbie? Seru kali. Lo juga dulu sering nonton Rapunzel!" Jian berseru.

"Itu dulu."

"Sama aja." Jian berdecak, lalu teringat dengan donat yang Ia beli. "Ah iya, tadi gue beli donat pulang sekolah."

The Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang