40 - Hope

411 55 6
                                    

Herga kecelakaan. Lo tau itu, kan?

Pesan dari Mario yang Ia terima dari satu minggu yang lalu belum terbalas. Bukan berarti Yoshi sengaja mengabaikan pesannya. Ia merasa tidak tau harus membalas apa, sehingga Yoshi hanya mampu untuk membacanya. Sejak awal Yoshi mengetahui jika Herga mengalami kecelakaan, Ia merasa waktu seolah berhenti. Memberinya kesempatan lebih lama untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi. Yoshi berusaha menyangkal. Herga jelas tidak mungkin mengalami kejadian semacam itu.

Namun saat Mario mengiriminya pesan dan bertanya perihal Herga, Yoshi akhirnya tersadarkan dengan realita.

Kabar kecelakaan Herga yang Ia dengar bukanlah khayalan semata. Apa yang Herga alami memang benar-benar nyata.

Hari-hari berlalu. Sejak malam kejadian dimana Herga kecelakaan, sampai saat ini Herga belum juga siuman. Di antara anggota tubuh lain, kepala dan kaki Herga menjadi bagian yang paling banyak terluka. Dokter yang menanganinya berkata jika benturan di kepala Herga terbilang cukup parah. Membayangkan Herga berhantaman langsung dengan kerasnya aspal, jelas bisa mengakibatkan hal yang fatal. Jika Herga tiba lebih lama di rumah sakit dan terlambat ditangani oleh tim medis, bisa jadi saat ini Ia sudah meregang nyawa.

Meskipun Herga belum sadar, dokter bilang jika Herga masih memiliki kemungkinan untuk siuman. Semua hanya perkara waktu. Cepat atau lambat, Herga pasti akan segera sembuh.

Waktu berlalu sejak hari kejadian, Yoshi belum pernah membesuk Herga sama sekali. Ia hanya datang ke rumah sakit. Berjalan menyusuri tiap lorong dan sudut bangunan, tetapi tepat saat Ia berada di dekat ruangan Herga, Ia hanya terdiam. Ia melihat dari kejauhan bagaimana Haivan dan teman-teman Herga secara bergantian menemani Herga di sana. Dan setelah menyaksikan itu semua, Yoshi justru memutuskan untuk berbalik. Berjalan keluar dan meninggalkan rumah sakit.

Yoshi jelas merasa tidak pantas berada di sana. Teman-teman Herga benar-benar setia. Mereka menemani Haivan dan sang Mama baik di siang atau malam secara bergantian. Tidak peduli dengan kesibukan atau urusan lain, mereka tetap berada di sana. Bahkan meskipun Herga belum juga membuka mata, teman-temannya selalu berada di dekatnya. Mereka saling menguatkan. Sama-sama menaruh harapan agar Herga dapat segera siuman.

Yoshi merasa jika Ia hadir di sana, Ia justru akan menjadi perusak semuanya. Melihat Haivan begitu terpukul dengan apa yang terjadi membuat Yoshi turut merasakan sakit. Ia tidak mau jika kedatangannya malah akan memperkeruh keadaan. Bagaimana pun juga kehadirannya di sana adalah hal yang tidak diinginkan.

"Lo berniat jenguk Herga, tapi gak pernah sampai ke ruangannya."

Yoshi tersentak saat tiba-tiba ada satu suara yang muncul dari arah belakang. Ia lantas menoleh, mendapati sesosok laki-laki dengan wajah yang kelewat datar. Yoshi tau jelas siapa dia. Meskipun tidak mengenal namanya, Yoshi tau jika dia adalah salah satu teman Herga. Dia memandang Yoshi dengan tatapan yang dingin. Yoshi tidak tau apa memang tatapannya begitu atau dia memandang dirinya dengan cara seperti itu. Saat ini Ia memang berada di rumah sakit. Sedang berdiri di balik tembok sambil memandang ke arah ruangan Herga yang tidak jauh dari tempatnya.

"Kenapa lo cuma di sini?"

Yoshi terperangah. "Maksud lo?"

"Lo jelas tau apa maksud dari kata-kata gue tadi."

Mendengar dia berkata begitu, Yoshi langsung terdiam.

"Nama lo Yoshi, kan?"

"Dari mana lo tau?"

"Herga pernah cerita tentang lo. Lebih tepatnya tentang masalah dia sama lo dan juga satu orang lain yang namanya Mario."

Yoshi tidak menyangka jika orang yang kini berada di hadapannya akan berbicara seterus terang itu padanya. "Ah, lo tau tentang itu semua."

The Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang