Two.

281 31 17
                                    

Prang!

Suara pecahan gelas dan piring menggema diruangan kantin, membuat beberapa pasang mata mengarah kepada Lucy sedangkan yang lain memilih abai dan fokus menyantap makanan mereka.

Lucy memandang datar gelas dan piring yang sudah pecah akibat perbuatannya, ia hanya berdehem kecil dimarahi oleh pemilik gelas dan piring tersebut.

Berjongkok dan memungutnya cepat dengan tangan gemetaran disertai takut dengan pandangan mengintimidasi mereka.

Sehingga Minji yang baru saja datang, membelalak terkejut dan menghampirinya, kedatangan Minji membuat mereka mendecih karena bertambahnya sampah di kantin ini.

"Hati-hati, jarimu bisa terkena kaca." Ucapnya yang berjongkok disebelah Lucy, membuat tubuh anak itu terjengit kaget dan langsung berdiri.

Minji yang melihat itu hanya diam dan fokus memunguti kaca-kaca yang berserakan di lantai.

Dia tidak peduli lagi dengan sikap Lucy yang seolah-olah menjaga jarak darinya. Memang sih penampilannya sangat cupu, memakai kaca mata tebal disertai gigi tonggos palsu dan baju kebesaran dimasukin kedalam celana lalu rambut blonde dibelah dua, ah jangan lupakan tompel kecil yang ada di pipi kanannya.

Benar-benar cupu.

"Oke sudah selesai." Ucapnya sambil membawa nampan dan memandang hangat Lucy, namun yang dipandang malah gemetaran takut dan berlari begitu saja pergi dari kantin.

Tatapan itu langsung datar, kedua tangan yang memegang nampan terkepal kuat seketika, rahangnya terkatup perlahan namun tidak jadi disaat sosok cewek tinggi datang menghampirinya dan merebut paksa nampan ditangan Minji.

"Kamu ganti piring dan gelas ibu yang sudah pecah." Ucap gadis itu yang dikenal sebagai Rachel, Minji mengernyit bingung dan mengangkat tangan kanan menuju hidung, jari telunjuknya membenari letak posisi kacamata yang melorot.

"Kok aku?"

"Karena kamu menolongnya jadi kamu yang mengganti semuanya."

"Kok."

Puk!

Seseorang menepuk bahu kirinya, membuat Minji menoleh dan melihat sosok cowok yang tidak setinggi dirinya.

Cowok itu juga memakai kacamata namun tidak tebal seperti dirinya, dia juga tidak terlihat cupu melainkan seperti siswa yang cerdas.

"Ganti saja.. lagian salah sendiri membantu gadis itu."

"Loh saling membantukan gak salah, jadi kenapa harus aku yang mengganti semuanya, lagian ya-

"Cowok cupu sepertimu banyak bicara ternyata ya." Ucap Rachel yang memotong ucapan Minji, ia memandang jijik dan muak.

Minji membungkam mulutnya dan mengepal diam-diam kedua tangannya, ia sudah mulai muak dipandang rendah oleh mereka namun rencana penyamaran ini tidak mau berlangsung sebentar.

"Cih." Dan pada akhirnya Rachel memilih merelakan piring dan gelas itu, ia berbalik dan melangkah menuju stand ibunya, menyisakan Minji bersama cowok itu yang menarik tangan dan membersihkannya dengan tisu layaknya membersihkan bakteri.
.
.

"Anjing, anjing, anjing. Fuck!" Umpat Minji sepanjang perjalanan menuju halaman belakang sekolah, setibanya disana ia menendang kesal udara dan memandang langit, tatapannya sangat tajam dan nafasnya memburu seolah-olah awan adalah musuhnya sekarang.

"Anjir tu cewek, gara-gara dia harga diri gua direndahin. Cuih." Rasa kesalnya tidak akan hilang sebelum ia melampiaskannya sendiri ke gadis itu, jadi hal yang dilakukannya adalah mencari keberadaannya disini.

Biasanya setiap orang yang memiliki masalah atau tengah menghindari seseorang pasti pergi kehalaman belakang sekolah atau ke rooftop.

Darimana Minji tau? Hanya menebaknya saja.

Ia berjalan mencari ke segala sudut halaman belakang sehingga berhenti disaat menemukan sebuah pohon yang rindang dan terdapat rumah pohon diatasnya.

Melihat itu ia mengernyit bingung dan melangkah pelan mendekati pohon tersebut, namun baru beberapa langkah ia langsung berhenti tak kala melihat seseorang tengah menuruni tangga yang tertancap dibatang.

Minji sontak bersembunyi di balik semak-semak dan menongolkan kepala sedikit untuk melihat siapa orang yang baru saja turun dari rumah pohon itu.

Tapi percuma saja dia melakukan itu karena tidak berhasil melihat jelas wajah orang itu, Minji mendecih malas dan melepas kasar kacamata yang terus melorot ke hidung mancungnya.

Ia keluar dari persembunyian dan melangkah mendekati pohon sambil memasuki kacamatanya kedalam saku celana.
.
.

"Oekk~ oekk~"

"Hah?" Mendengar suara yang tidak asing ditelinganya membuat anak itu berhenti melangkah lagi dan celingak celinguk mencari asal suara bayi.

"Oeekk~ oeekk~"

"Anjir, bayi kunti ini." Ucapnya yang seketika merinding dan berniat kabur, namun suara bayi itu kian mengeras membuat Minji kembali mencari dimana asal suara.

Sehingga berhenti disaat ia menatap rumah pohon didepannya, dengan cepat ia berlari kecil kesana dan mendongak menatap betapa tingginya pohon ini.

Ia menelan ludah dan mengacak surainya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan berada di pinggang.

Walaupun ada tangga di pohon itu, Minji tidak bisa melakukannya, karena.. karena ia takut dengan ketinggian.

Tetapi suara bayi yang terdengar sangat keras dan menyedihkan membuat Minji terpaksa mengambil keputusan untuk memanjat pohon itu.

Kedua tangannya terulur gemetaran dan meraih kayu tangga diatas kepala, lalu kaki kanannya memijak tangga dibawahnya dan melakukannya terus sehingga akhirnya ia sampai diatas.

Peluh keringat sebesar biji jagung timbul diwajahnya, ia mengatur nafas dan menunduk takut-takut menatap kebawah.

Dirinya langsung memejamkan mata kuat karena tidak sanggup melihat ketinggian dari atas pohon ini.

"Sial kalau saja tu bayi gak nangis, gua gak bakalan manjat, eh tapi beneran bayi kan? Bukan bayi kunti?" Ucapnya sambil berfikir memastikan kalau itu bayi sungguhan.

"Oeekks~"

"Bodohlah anjing!" Dan dengan cepat ia masuk kedalam rumah pohon itu sambil merangkak kecil dan setibanya didalam ia berdiri lalu terdiam memandang isi rumah pohon ini.

Luarnya saja yang terlihat kecil, namun pas didalam rumah pohon itu ternyata besar, bahkan bisa menampung sebuah kasur usang yang kecil dan beberapa lemari kayu kecil.

Lalu ada lampu dan meja belajar didekat sudut dan..

"Oeekk!" Bayi yang terbaring di kasur usang. Minji segera mendekati bayi itu dan bersimpuh lutut didekatnya.

Kedua tangannya secara hati-hati terulur dan menggendong lembut bayi itu, menimang-nimangnya sambil menyanyikan lagu anak-anak dan perlakuannya menghasilkan buah.

Bayi itu perlahan jadi tenang dan menatap Minji dalam diam.

Minji yang melihat itu menyunggingkan senyuman dan mengecup gemas pipi gembul bayi itu.

Dia mempunyai keponakan dan sering bermain bersamanya, jadi hal yang sangat mudah bagi Minji untuk menenangkan bayi imut digendongannya sekarang.

"Anak siapa sih, eh tunggu om lepasin dulu ya giginya, takutnya kamu takut heheh." Ucapnya meletakkan bayi itu kembali ke kasur, baru beberapa detik bayi itu kembali menangis, membuat Minji terkejut dan dengan cepat melepas gigi tonggos palsunya dan tompel.

Ia meletaknya sembarang dan mengulurkan tangan untuk menggendong bayi itu lagi, namun..

"Sayang, maaf mama lama ya, soal-

Tak!

Ucapannya terhenti, botol berisikan susu ditangannya terlepas dan jatuh ke lantai kayu rumah pohon tersebut.

Gadis itu melotot terkejut dan langsung gemetaran memandang Minji yang diam dengan kedua tangan terulur untuk meraih bayi itu.

"Oeekkk~"

Young Mother ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang