"Boleh aku bertanya?"
"Tanya saja."
"Apa yang kamu lakukan disana?"
"Menjual diri."
Ckitt!
Mata itu terbuka perlahan dan mengerjap kaku menyesuaikan cahaya yang menyilaukan baginya.
"Eoh." Suara yang sangat asing namun terkesan lembut terdengar olehnya.
"Anda sudah sadar, sebentar saya akan mengecek keadaan anda." Suster ternyata dan dia bisa menduga dimana keberadaannya sekarang.
Dirinya bergerak duduk namun kedua tangan suster itu menyentuh bahu kanan untuk melarangnya bergerak, dirinya tidak terima diperlakukan seperti ini, dia berhak melakukan apa yang dia mau, namun suster ini malah melarangnya.
"Jangan bergerak dulu ya, jahitan di lengan dan kaki kamu bisa saja lepas dan mengeluarkan darah kembali." Mendengar ucapan itu, dia akhirnya memilih menurut dan terbaring lemah di ranjang, netranya bergerak menelusuri ruang yang ditempatinya.
Putih dan bau alkohol terendus oleh hidungnya, ruangan yang cukup besar lengkap dengan tv yang menggantung dan sofa seperti dirumahnya.
"VVIP." Gumamnya kecil.
"Ya?" Ia menoleh ke suster dan menggeleng kecil, suster itu mengangguk dan tersenyum hangat, namun dia sama sekali tidak berminat dengan senyuman itu dan memilih memandang jendela yang gordennya terbuka sedikit.
"Baiklah saya akan kembali 30 menit lagi untuk mengecek keadaan anda."
"Hm." Suster itu tersenyum maklum menyingkapi sifat pasiennya ini, ia meraih papan nama kecil di meja setelah itu berbalik dan melangkah ke pintu.
Cklek!
Dirinya belum sampai di pintu namun dari luar seseorang telah membukanya.
"Selamat pagi."
"Pagi." Dia yang mengenal suara itu sontak mengalihkan pandangan ke arah pintu, senyuman tipis terbit seketika melihat sosok mamanya melangkah masuk sambil menenteng sesuatu.
"Masih sakit sayang?" Tanyanya dengan suara lembut dan elusan manja di rahang kanan, dia menggeleng dan menyunggingkan senyuman lebar.
"Jangan terluka lagi hm."
"Minji janji ini yang terakhir mama." Minji mengecup tangan yang masih ada dirahang dan mengalihkan atensi terhadap sesuatu yang ditenteng tangan kiri.
"Apa yang mama bawa?"
"Makanan kesukaan kamu." Tangan yang mengelus rahang ditarik jauh dari wajah, tangan itu bergerak menarik kursi mendekati ranjang.
Dia duduk sambil mengeluarkan kotak makan, pandangan Minji berbinar langsung disaat melihatnya.
"Mama tau kamu tidak suka dengan makanan rumah sakit, jadi mama buatin heheheh."
"Suapin ya ma."
"Dih udah besar, suap sendiri." Dengan begitu bibirnya langsung terpout lucu, membuat Mina jadi gemas dengan anaknya sekarang.
"Sesekali dimanjain sama mama gitu."
"Mama yang gak mau wleee."
"Aaa sudahlah." Dirinya langsung memalingkan wajah dengan pipi menggembung dan bibir mengerucut sebal.
Mina geleng-geleng dibuatnya namun ia tidak bisa bohong kalau anaknya menggemaskan sekarang.
"Dasar kek anak cewek."
"Ma- hmpp." Dirinya melotot lebar dan hampir tersedak disaat Mina menyuapinya langsung dikala mulut itu terbuka.
Mina memeletkan lidah dan Minji mendecih dalam hati, tapi dia senang karena disuapin oleh mamanya sekarang.
"Dimana papa?" Tanya Minji setelah menelan makanan dimulut lalu membuka mulut siap menerima suapan yang lain, namun tidak kunjung datang karena Mina diam setelah mendengar pertanyaan anaknya.
"Ada apa ma?" Pada dasarnya Minji memang sedikit peka terhadap mamanya.
"Huft." Helaan nafas dan gelengan serta senyuman untuk Minji, tapi tidak cukup untuk menenangkan anak itu yang kini mulai menangkap sesuatu.
"Mereka pasti ribut."
.
.
.
.
.
."Lihat nilainya selalu tinggi." Ucap salah satu guru yang memegang kertas ulangan dan memperlihatkan kepada guru didepannya, guru itu mengambil kertas tersebut dan memandangnya lama.
"Anda benar, tapi sangat disayangkan." Guru itu mengembalikan kertas ulangannya, tertera disana nama Lucy.
"Saya sebenarnya kasihan dengan dia."
"Suth.. apa anda mau dipecat olehnya?" Ucap guru lain yang terlihat panik sekarang, takut-takut kalau ada guru lainnya yang mendengar dan mengadukannya kepada dia.
"Pecat saja, lagian saya tidak sanggup mengajar di sekolah ini lagi, sangat tidak manusiawi mengabaikan sosok secantik dia." Ucapnya panjang lebar sambil membereskan semua bahan-bahannya.
"Oh, kalau begitu anda resmi dipecat hari."
Deg!
Suara yang terdengar datar dan berat, membuat kedua guru itu menegang ditempat seketika.
Tap!
Tap!
Sepatu pantofel yang terdengar menggema di dalam ruangan itu membuat mereka merinding seketika.
"Mau saya antar sendiri?" Dengan cepat ia menggeleng dan melangkah terburu-buru keluar dari ruangan itu.
Semudah itu dia dipecat dan pergi? Oh tentu tidak karena didepan sana sudah ada 2 bodyguard yang langsung menghajar guru itu dan di tonton oleh beberapa murid serta sosok cowok yang berada di luar gerbang tadi.
Menonton sambil menghisap dalam nikotin lalu menghembuskannya dan menyeringai puas, ia beralih masuk melangkahi guru itu yang sudah terkapar tak berdaya.
Dirinya terkekeh sinis langsung disaat melihat sang papa tengah memandang tajam guru lainnya.
"Mau seperti dia juga?"
"Ti-tidak."
"Wo wo papa, selalu saja bermain kasar, nanti namamu jadi jelek."
"Diamlah dan buang rokokmu, anak kurang ajar." Yang dipanggil anak menatap datar papanya seketika, ia membuang asal rokok dan memandang malas sekeliling ruangan guru itu.
Tidak ada istimewanya sama sekali, seharusnya ia sudah pergi mencari seseorang yang sangat dirindukan, namun tua bangka atau papanya atau kepala sekolah disini malah menahannya.
"Oh ayolah papa, biarkan aku menemui gadisku."
"KAU MASIH BISA MENYEBUTNYA GADISMU HAH! SETELAH APA YANG KALIAN PERBUAT!" Sang anak menutup malas kedua telinganya sedangkan guru itu masih bergeming ditempat dan menyaksikan keributan antar anak dan orangtua.
"Tidak salah kan? Lagian kami saling menyukai jadi yaudah sex saja sekalian, uh suara desahannya bahkan masih teringat jelas dikepalaku."
"RAZKA!!"
"Nyenyenye bacot, mending gua samperin ae." Tidak sopannya anak yang bernama Razka itu langsung berjalan keluar ruangan, meninggalkan sosok papa yang menggeram marah sekarang dengan wajah merahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Mother ✅
Random"Cupu." "Sampah." "Mencemarkan pandangan woi!" Ya setidaknya itulah setiap kata yang kuterima semenjak merubah penampilan menjadi cupu. "Cocok lah disandingkan sama dia, sama-sama sampah." Aku hanya terkekeh sinis dalam hati dan memandang sosok...