Alice pov.
"Jangan coba-coba menyentuhku sebelum Lucy yang melakukannya, dasar jalang." Ucapan itu selalu terngiang-ngiang dibenakku.
Selama ini tidak ada yang mengatakanku seperti itu, bahkan Singnie sekalipun tidak pernah mengatakanku seperti itu.
Sakit.. aku merasakan sakit yang sangat-sangat menyayat hatiku, aku memang centil.. ku akui tapi untuk lebih ke hal sana hanya kulakukan bersama Singnie.
Tidak pernah kepada siapapun, aku..
"Alice kamu mendengarkanku kan?" Untaian kata yang tersusun dibenakku buyar seketika setelah mendengar suara berat Singnie, aku menoleh kepadanya dan menggeleng kecil.
"Astaga Alice.. mulutku sampai berbusa menceritakan rencana kemana kita pergi di hari aniv."
"Maaf Singnie."
"Ck sudahlah." Punggungnya dihempas kasar ke sandaran kursi, kedua tangannya terlipat di dada dan kepalanya menoleh ke kanan, tidak memandang kearahku.
Kami berada ditaman sekarang, Singnie yang memintaku datang kemari untuk membicarakan sesuatu dan aku salah karena melamun memikirkan semua yang terputar dibenakku.
"Ada apa?" Tanyanya yang tanpa menatapku.
"Tidak ada.."
"Bohong." Dan kini kepala itu menoleh kepadaku, lekuk mata yang seperti serigala memandangku hangat sekarang.
"Aku ti-
Ucapanku terhenti disaat kedua tangan hangat Singnie sudah berada di pipi, mengusapnya lembut dan sesekali mencubitnya membuat mataku terasa memanas sekarang.
"Katakan saja apa yang menganggu pikiranmu sekarang sayang." Tak sadar air mata ini mengalir begitu saja ke pipi, kulihat Singnie yang berwajah panik dan mengusap lembut air mata di pipiku.
"Hei.. hei kenapa menangis hm?"
"Seseorang hiks.. mengataiku Jalang." Ucapku dan wajah khawatirnya berubah menjadi datar, ia menarik kedua tangan dari pipiku dan diam memandangku menangis sekarang.
"Kau melakukannya lagi dibelakangku?" Aku langsung menggeleng cepat dan meraih tangannya namun tangan yang ingin kuraih malah ditariknya keatas.
"Kau memang jalang."
Deg!
"A-apa?" Ucapannya yang begitu saja keluar dengan santainya membuat tangisanku terhenti, air mataku juga turut berhenti dan dadaku berdenyut perih sekarang.
"Menggoda semua pria disekolah bahkan Jaehyun juga kamu goda."
"Singnie."
"Tidak salah orang itu mengataimu jalang karena kau juga menggodanya kan?"
"Singnie hiks."
"TAPI!" Kini nafasnya terdengar memburu, matanya berkaca-kaca memandang diriku.
"Aku tidak menganggapmu seperti itu, aku marah! Benar.. marah disaat kamu menggoda mereka, marah disaat kamu berani-berani mendukung Jaehyun didepanku, aku marah! Namun aku tidak bisa melakukan hal yang sama untuk membalasmu, tidak bisa.. aku memang nakal, banyak para wanita di sekolah yang menyukaiku Alice.. namun aku tidak melakukan apa yang kamu lakukan kepadaku Alice. Dimataku.. kamu sama saja seperti wanita centil lainnya yang perlu kasih sayang extra dariku.. aku tidak menganggapmu jalang sama sekali.. kau wanitaku dan orang yang mengataimu jalang akan kucari dan beri pelajaran."
"Hiks." Ucapannya yang terdengar tulus dan panjang baru kudengar untuk pertama kalinya, aku menangis.. bukan air mata sakit hati atau kesedihan, melainkan air mata haru dan bahagia memiliki kekasih seperti Singnie.
"Maaf.. aku tidak bermaksud-
Grep!
Kupotong ucapannya dengan pelukan erat, kulingkarkan kedua tangan dilehernya dan membenamkan wajah disana, menangis dan menangis lalu kurasakan balasan pelukan serta usapan lembut disuraiku.
Sungguh.. perkataannya membuatku sadar sekarang.
Alice pov end.
.
.
.
.
.
."Benar gak mau pulang bareng, Lucy?" Tanya Minji sambil menatap Lucy yang tengah membereskan alat tulisnya.
"Maaf ya." Jawabnya dan dengan begitu bibir Minji menekuk kebawah dan mengangguk lesu, ia berdiri dan memakai tasnya, Lucy yang melihat itu merasa tidak tega namun hanya itu yang bisa dia lakukan supaya Minji tidak tau dengan bayinya.
"Kalau gitu aku duluan saja." Ucap Minji pamit dan melangkah gontai menuju pintu, netra Lucy bergerak mengikuti Minji sehingga sudah diluar kelas ia mendesah panjang dan memilih pergi dari kelas melewati pintu satunya lagi.
Lucy melangkah sambil menunduk dan kedua tangannya bertautan, ia melakukan itu karena takut dengan tatapan tajam mereka, bahkan Lucy menulikan pendengarannya disaat kata-kata hina serta caci maki melayang kepadanya.
Dan sudah tidak terdengar lagi karena Lucy sudah berada dihalaman belakang sekolah, ia memejamkan mata sejenak, mendongak dan menghirup dalam udara lalu menghembuskannya kasar dan membuka mata, Lucy melakukan itu sebagai bentuk rasa sesak di dada.
Ia melangkah lagi menuju rumah pohonnya, menaikinya perlahan dan setibanya diatas merangkak masuk lalu berdiri dan berjalan begitu saja menuju meja belajarnya.
Lucy membuka kancing bajunya lalu melepaskan bajunya, posisinya membelakangi kasur usang serta lemari disebelahnya, ia menghela nafas lagi karena rasa sesak itu tidak hilang.
Dirinya hanya memakai tanktop hitam sebagai atasan, sedangkan dibawah ia masih memakai rok sekolahnya dan sepatu yang belum sempat dilepas.
Membalikkan tubuh sambil menunduk, berjalan mendekati lemari usang dan melewati kasur usangnya.
"Oeks~"
"Sebentar sayang, mama ganti baju dulu ya?" Ucapnya setelah itu hening, bayi itu berhenti menangis karena penasaran Lucy menoleh ke kasur usangnya.
Tapi kesalahan untuknya karena ia langsung melotot lebar dan terdiam membeku ditempatnya, kedua tangannya gemetaran sekarang dan menelan ludah gugup.
"Ma-mama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Mother ✅
Random"Cupu." "Sampah." "Mencemarkan pandangan woi!" Ya setidaknya itulah setiap kata yang kuterima semenjak merubah penampilan menjadi cupu. "Cocok lah disandingkan sama dia, sama-sama sampah." Aku hanya terkekeh sinis dalam hati dan memandang sosok...