Nine

150 24 27
                                    

Brugh!

Alex menatap datar beberapa buku yang sudah tercecer dilantai, ia memejamkan mata dan mengigit geram bibirnya.

Membuka mata itu dengan cepat dan memandang tajam beberapa murid laki-laki yang berlarian di koridor, tidak ada rasa bersalahnya sama sekali setelah menubruk dirinya dan mengakibatkan beberapa buku terjatuh.

Ia mendecih kesal dan berjongkok lalu memunguti buku-buku itu namun..

Brugh!

Seseorang lagi datang dan menubruk punggunnya, membuat ia terdorong kedepan dan kedua tangan langsung menopang ke lantai, menahan tubuh supaya tidak tersungkur.

Rasa marahnya naik sekarang, dengan nafas memburu ia membalik dan mendecih sekali lagi disaat melihat siapa yang menubruk dirinya, amarah itu hilang seketika dan ia berdiri perlahan mengabaikan buku sekarang.

Lucy, gadis itu langsung berdiri dan berjalan kebelakang tubuh, Alex yang tidak mengerti hanya diam sambil menoleh kebelakang sedikit, ia bisa merasakan rematan kecil diujung bajunya.

Lalu beberapa suara terdengar dari ujung lorong, Alex menoleh kesana dan ia mengangguk kecil mulai memahami situasi, pasti Lucy telah membuat masalah sehingga beberapa murid mengejar dirinya untuk pembalasan.

Walaupun tidak dianggap tapi kalau sudah masuk ke dalam hal bully membully dan melukai fisik, Lucy adalah orang pertama yang menerimanya.

"To-tolong aku."

"Tidak." Rematan baju kian menguat, tubuh yang ingin membungkuk meraih buku-buku tertahan, Alex menghela nafas lelah dan memutar malas bola matanya.

Kenapa pagi ini dia harus bertemu dengan Lucy dan menghadapi masalah anak itu, terlebih sekarang beberapa murid yang mengejar tadi sudah ada dihadapannya sekarang.

Mereka tengah mengatur nafas dan mata tajam itu tidak pernah luput dari Lucy dibelakang tubuh Alex sekarang.

"Awas lu kutu buku." Salah satu dari mereka berbicara ketus sambil mendorong kuat bahu kanan Alex, membuat tubuh itu terdorong sedikit kebelakang, Alex mendongak keatas sambil menahan amarah didalam hati.

Ia mengatur nafas dan menunduk menatap lamat mata sosok yang mendorongnya tadi, ditatap seperti itu malah membuat sosok itu makin marah dan kembali mendorong bahunya.

Namun..

Alex sudah terlebih dahulu menahan tangan itu, memegang semua jarinya dan mengepalkannya kuat sehingga terdengar sedikit suara retakan.

"Akkhh le-lepas anjing."

Bugh!

Tidak terima dikatakan seperti itu, Alex malah menarik maju tubuh itu dan meninju wajahnya, tepat mengenai hidung dan tubuh itu terpelanting menubruk murid lainnya.

Nyali mereka ciut seketika melihat betapa marahnya Alex sekarang, satu persatu dari mereka mulai beringsut mundur dan melarikan diri karena tidak ingin berurusan dengan Alex si kutu buku.

"Mau ensiklopedia?" Tanyanya disertai seringaian kecil dan tubuh itu membungkuk meraih buku tebal di sebelah kakinya, menegakkan punggung berpura-pura kesakitan ditangan setelah memegang buku tebal tersebut.

"Tebal sekali, tangan gua jadi sakit dibuatnya." Sungguh akting yang sangat bagus karena mereka yang diam segera berlari terbirit-birit, bahkan ada yang terjatuh dan kembali bangkit lalu berlari menyusul yang lainnya.

Melihat itu tawaan kecil terdengar dari Alex, berbeda dengan Lucy yang bernafas lega sekarang tapi tidak melepaskan ujung baju Alex.
.
.
.
.
.
.

"Ini bukunya." Sebagai bentuk terimakasih Lucy terhadap Alex, ia membantu membawakan beberapa buku, padahal Alex sudah menolak dan menyuruhnya pergi, namun gadis itu yang bersikeras ingin membantunya.

"Hm." Hanya dibalas deheman serta menerima buku itu dan berjalan menuju rak dimana buku itu harus diletakkan, mereka berada di perpustakaan sekarang.

Lucy tersenyum kikuk dan melirik kesana kemari lalu tiba-tiba melangkah kesudut sebelah kanan, Alex yang sepenuhnya tidak fokus menyusun buku, ia segera memandang kemana perginya Lucy.

Tangan yang terangkat dengan buku dipegangan turun seketika, tanpa diminta tubuhnya sudah bergerak sendiri mengikuti Lucy secara diam-diam, melewati beberapa rak buku dan berhenti di ujung rak.

Tubuhnya menyamping dan menyenderkan punggung ke rak itu, kedua tangan terangkat menuju dada dan menyilangkan disana, lalu matanya memejam disaat mendengar melodi rusak dibalik rak.

"Hiks." Itu dia.. melodi rusak yang sering Alex dengar.

Lucy.. gadis itu terlihat baik-baik saja tadi, namun siapa yang menduga kalau dia sekarang merasa kesepian, dia ingin seperti dulu lagi.. memiliki banyak teman dan membicarakan gosip layaknya anak perempuan.

Dia ingin punya teman, tetapi kejadian yang tidak diinginkannya berhasil membuat semua itu hancur dalam sedetik, teman-temannya menjauh, guru yang selalu membanggakan dirinya juga tidak ingin memandangnya sekarang.

Bahkan lebih parahnya mereka sudah menganggap Lucy hantu.

"Hiks." Alex sudah tidak sanggup mendengar itu, ia memilih keluar dan berjalan mendekati Lucy secara perlahan.

Berdiri dibelakang tubuh yang memeluk diri sendiri dan menghadap tembok.

"Orang-orang pasti menduga ada setan di perpustakaan." Ucapnya pelan dengan tangan yang jatuh di kedua sisi tubuh, ia tersenyum tipis melihat tubuh itu tersentak kecil, namun tetap saja melodi rusak tersebut tidak berhenti.

"Hiks, a-aku memang setan hiks."

"Tidak, aku bisa melihatmu." Kini tubuh itu bergerak kesamping Lucy, ia duduk dan memandangnya.

"Jangan menghiburku hiks, itu sama sekali tidak membantu." Alex mengangguk kecil karena perkataan Lucy ada benarnya, walaupun dia mencoba menghibur gadis ini hasilnya tetap sama, tidak ada yang berubah.

"Apa bayinya baik-baik saja?" Pertanyaan yang tidak terduga membuat tangisan itu terhenti, Lucy menoleh ke Alex dan memandang intens.

"Kamu peduli dengan bayinya?" Jawaban itu membuat Alex mendecak, bagaimanapun ia masih memiliki rasa manusiawi, jadi tidak ada salahnya ia memperdulikan bayi Lucy.

"Aku hanya kasihan ke Bayinya."

"Mamanya?"

"Tidak."

"Jahat." Bibir itu memberengut lucu, ini lebih baik dibanding Alex mendengar melodi rusak itu, terlihat menggemaskan namun Alex sama sekali tidak tertarik karena hatinya sudah disinggahi oleh satu nama.

"Kapan masa hukumannya habis?" Mungkin Alex salah bertanya karena bibir itu berhenti memberengut, rahang gadis itu terkatup kuat dan mata lucunya memandang tajam Alex sekarang.

"Jangan membahasnya, aku berharap dia dihukum seumur hidup." Balasnya dengan wajah serius membuat Alex diam dan mengangguk sekali.

Dia mengerti kalau Lucy sangat membencinya, membenci orang yang sudah membuat Lucy seperti ini.

"Aku benci mengakuinya kalau dia adalah ayah dari anakku, sangat benci."
.
.
.

Sebuah mobil hitam merek bmw berhenti didepan gerbang, pintu kemudi terbuka dan si pemilik keluar dari mobil.

Sosok cowok tinggi bersurai kuning, berdiri diam dengan kepala mendongak keatas memandang gedung sekolah didepannya, hanya diam memandang lalu tak lama seringain kecil terbit di wajah gantengnya.

Young Mother ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang