"Mau aku bantu?"
Soraya yang peka menawarkan diri kala melihat anak laki-laki itu tak kunjung menempelkan kapas yang telah diguyuri obat merah ke alisnya yang terluka. Sementara pinggangnya sudah encok karena mencondongkan tubuhnya mendekat ke cermin selama lebih dari lima menit.
"Boleh." Dasa menyetujui, ikut bergabung di kursi panjang dekat pintu tenda unit kesehatan.
Kapas dan obat merah di tangan Dasa berpindah ke Soraya. Gadis itu menuangkan sekali lagi obat merah ke segumpal kapas yang nyaris kering. Ia mendekat beberapa centi dirinya kepada Dasa, sebab jarak antara mereka terlalu jauh dan tangannya sulit mengobati luka di alis Dasa.
Namun rupanya tindakan Soraya yang tidak Dasa duga membuat jantungnya mendadak bekerja dua kali lebih cepat. Kapas berbasuh obat merah itu perih menyentuh lukanya. Dasa meringis tapi tak melupakan debaran aneh di dadanya.
Soraya sibuk menempel-nempelkan kapas ke luka Dasa, pada satu waktu ia tak sengaja mengalihkan tatapannya. Dan mata mereka bersibobrok tanpa sengaja. Tidak lebih dari satu detik. Keduanya membuang muka. Wajah Dasa memerah bak kepiting rebus.
"Dasa," panggil Soraya.
"I-iya?" Sialnya Dasa sampai terbata.
"Kayanya kita pernah ketemu." Soraya memiringkan wajah, mengingat-ingat sesuatu.
"Dimana?" Dasa masih menatap brankar yang berlawanan dengan Soraya. Cowok itu tidak sepenuhnya memunggungi Soraya, tapi wajahnya yang masih merah hanya terlihat ujung hidung dan jambang nya, membuat Soraya tidak bisa melihat wajah Dasa dengan benar.
"Lihat sini deh!"
Mau tak mau, malu tak malu dengan wajahnya yang masih merah Dasa berbalik. Kini kembali berhadap-hadapan dengan Soraya.
"Ah! Kamu anak yang dulu ngasih aku mobil-mobilan waktu macet di jalan 'kan?"
Iya. Benar. Itu adalah pertama kalinya mereka bertemu. Waktu itu hari Sabtu, Soraya baru saja selesai melaksanakan les piano. Macet ibu kota menjebaknya dalam kejenuhan di mobil. Rutinitas les piano adalah salah satu kegiatan favoritnya, tapi tiap pulang les mobil Mama Soraya selalu terjebak macet.
Hari itu sama. Udara pengap kota Jakarta tak jauh beda dengan dalam mobil yang ber-AC. Pendingin ruangan itu tidak membantu banyak di tengah teriknya matahari siang.
Sementara dijalanan beberapa anak-anak bertelanjang kaki dengan karung rongsok digendong di punggung mereka. Anak-anak itu tertawa, meski dahinya dibanjiri keringat. Mungkin terlalu terbiasa dengan panasnya suasana kota dan bising klakson yang bersahutan hingga mereka jadi akrab.
Tak jauh dari mobil Mama Soraya berhenti, gadis kecil itu melihat seorang anak laki-laki berhenti dan memutuskan duduk di undakan samping trotoar. Dia mengibas-ibaskan kaos nya kegerahan.
"Soraya mau bantu dia?" tanya Mama Soraya ketika tidak sengaja memergoki putrinya mengamati sesuatu di luar jendela dari spion tengah.
"Boleh?"
Mama Soraya tertawa kecil. Mengusak surai kemerahan Soraya yang memerah karena pengaruh sinar matahari. Ia meraih sebotol minuman rasa jeruk dari kantung belanja di jok sebelahnya.
"Gih, kasih!"
Soraya menekan tombol di pintu mobil membuat kaca nya terbuka dan wajahnya muncul dari balik jendela.
"Hei!" serunya seraya melambaikan tangan. Bocah bercelana cokelat Pramuka itu celingukan, sebelum kemudian menemukan anak perempuan di balik pintu mobil yang menyembulkan kepalanya.
"Sini!" Soraya melambaikan tangan, mengisyaratkan anak laki-laki itu untuk mendatanginya.
"Iya?" tanya anak laki-laki itu sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Timeless
FanfictionMahesa yang terbuang. Mahesa yang merindukan kasih ibunya. Mahesa yang terlupakan. Untuk segala luka yang tertoreh. Untuk lelah yang tak kunjung usai. Untuk rindu yang tak pernah tersampaikan, dan untuk setiap sakit dari pupusnya harapan. Kisah ini...