Bacanya pelan-pelan aja ya, soalnya panjang.
🥀🥀🥀
Setelah kecelakaan itu Dasa menghabiskan waktunya cukup lama di rumah sakit. Brankar dan selang infus seolah sudah melekat ke tubuhnya. Dasa bosan, dia ingin main gitar bareng teman-temannya di atap rumah pak lurah lagi. Dasa kangen dengan sekolah, dan sedikit kangen dengan Soraya.
Di waktu yang tidak sebentar itu beberapa orang yang dia kenal mengunjungi Dasa, yang paling sering tentu saja teman-temannya. Mereka tidak membawa buah tangan apapun, tapi yang paling membawa banyak kebahagiaan adalah mereka. Agak lucu mengingat bagaimana Elano yang super cool dan tidak pernah meneteskan air mata menangis seperti anak kecil di hari ke dua setelah Dasa siuman. Seolah jika Dasa mati dia tidak akan hidup dengan baik-baik saja lagi.
Soraya juga datang menjenguknya. Beberapa juri dari ajang pencarian nakat itu juga datang. Tapi orang yaang diam-diam Dasa harapkan datang menjenguknya tidak pernah jadi nyata. Dasa benar-benar tidak pernah melihat wajah itu lagi.
Kini sudah lebih dari lima bulan pemulihannya di rumah. Dasa masih terus pergi ke rumah sakit untuk mengontrol kesehatannya---meski Dasa sudah merasa kalau tubuhnya telah pulih sepenuhnya. Tapi Ibu Mentari selalu memaksanya pergi. Dan dokter pun selalu mengatakan hal yang sama, Dasa harus datang lagi.
Dasa menghel napas pelan. Melelahkan rasanya terus bolak-balik ke rumah sakit.
Dasa menoleh ke jendela, kepalanya bersandar di sana. Setelah berbulan-bulan kota ini masih sama, rasa yang dia berikan untuk anak itu juga tak berubah. Tapi Dasa menyadari satu hal yang aneh, Dasa tidak pernah lagi melihat wajah Windy di papan iklan besar, sosial medianya pun tidak punya postingan. Ibu kota jadi sedikit berbeda hanya karena dia.
Dasa pernah bertanya pada Ibu Mentari, tapi perempuan itu justru menyuruhnya membuka surat dari Windy.
Kenapa seolah begitu sulit mengatakan tentang perempuan itu?
Hari ini, 17 Juli, tanggal ulang tahun Windy. Iya, Dasa masih mengingatnya dengan baik. Tapi Dasa sudah memutuskan untuk tidak ingin terlibat soal apapun lagi dengan perempuan itu. Sudah lebih dari cukup ia menghabiskan bertahun-tahun untuk menyalakan rasa cintanya pada sang mama. Tapi nyatanya perempuan yang melahirkannya itu menolak.
Dasa sempat berpikir mungkin kecelakaan yang melibatkannya itu adalah jawaban dari doa-doa ibunya. Mungkin saja.
Lalu Windy menuliskan surat untuknya--yang bahkan belum pernah ia buka. Dasa takut apa yang tertulis di sana membuatnya lebih terluka daripada yang sebelumnya, Dasa takut keselamatannya dianggap kesialan untuk perempuan itu.
Dasa tidak siap meski dia sudah memilih untuk pergi.
Tapi hari ini Dasa meyakinkan diri. Sudah hampir satu tahun surat itu dituliskan. Sudah hampir satu tahun berlalu dimana perassaan penulisnya dituangkan. Dan sekarang Dasa ingin tahu apa isi suratnya. Mungkin saja Dasa menemukan informasi yaang menjawab pertanyaannya lewat goresan pena itu.
Dasa menyimpan amplop itu di dalam tas punggungnya bersama barang-barang lain yang ia rasa akan dibutuhkan. Dasa akan pergi sebentar, tidak akan jauh karena Ibu akan menghawatirkannya. Tidak akan terlalu lama karena Ibu akan cemas padanya. Dasa meninggalkan secarik kertas di atas meja makan untuk Ibu.
Menuliskan kemana dia pergi dan untuk apa.
Ibu, Dasa jalan-jalan sebentar ya ke pinggir kota. Ibu jangan khawatir, Dasa cuma kepengin pergi ke sana. Assalamualaikum
Ternyata membosankan terus berdiam diri di rumah, yah walau kata ibu ini semua untuk proses pemulihannya. Kalau mengajak ibu jalan-jalan perempuan itu pasti menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Timeless
FanfictionMahesa yang terbuang. Mahesa yang merindukan kasih ibunya. Mahesa yang terlupakan. Untuk segala luka yang tertoreh. Untuk lelah yang tak kunjung usai. Untuk rindu yang tak pernah tersampaikan, dan untuk setiap sakit dari pupusnya harapan. Kisah ini...