Tea sedang menyuapi Ayahnya sarapan ketika ponsel yang ia letakkan di meja makan bergetar tanda ada pesan masuk. Tertera nama Magda di notifikasi. Namun gadis yang selalu menguncir rambutnya itu enggan menanggapi. Dia tahu apa isi pesan dari Magda tanpa perlu susah payah membaca. Orang yang mengklaim diri sebagai teman tanpa memerlukan persetujuannya itu begitu mudah ditebak.
Tea memiliki tujuan khusus masuk ke Araminta International School. Dan berteman dengan murid-murid tajir di sana, bukan termasuk dalam daftarnya. Ia ingin menjadi siswi independen berprestasi tanpa perlu ada drama hubungan pertemanan. Namun Tea tak bisa mengelak ketika Magda menawarkan kemustahilan itu.
Setelah dua bulan menyandang status sebagai siswi yang dapatkan beasiswa penuh, ternyata tidak seburuk yang Tea bayangkan. Tak ada bedanya pertemanan di sekolah biasa dengan sekolah yang dihuni anak-anak orang kaya. Yang membuatnya heran, tidak ada namanya perbedaan strata sosial. Setidaknya dari sudut pandang Tea, mereka masih remaja pada umumnya. Pembedanya hanya dari barang yang dipakai serta obrolan 'ringan' seperti tema pesta apa yang akan diadakan Si A atau ke negara mana Si B habiskan libur akhir pekan. Kalau Tea menghabiskan malam minggu dengan nonton drama Korea, mereka mungkin bisa langsung ke negara tersebut hanya untuk makan sayuran fermentasi.
"K-kok nggak d-dibalas Te?" tanya Ayah dengan terbata-bata. Sejak terkena stroke yang membuatnya kesulitan gerakkan mulut, tangan serta kaki sebelah kanan, Ayah terpaksa berhenti mengajar jadi guru SD. Untuk menopang biaya harian, ibu terpaksa banting tulang sebagai guru Matematika dari pagi sampai siang, dan membuka les di malam hari. Supaya tidak menyusahkan, Tea pun menerima tawaran beasiswa dari Araminta yang datangnya nyaris seperti mimpi.
"Nanti aja, kan pengin nyuapin Ayah dulu. Lagian juga bentar lagi ketemu di sekolah," jawab Tea seadanya. Gadis itu masih enggan membahas hal remeh seperti betapa malasnya dia membangun pertemanan pada saat sekarang dengan Ayahnya. Ia hanya ingin sang Ayah cukup tahu bahwa dirinya bisa cepat beradaptasi.
"A-apa anak-anak kaya itu juga mem-bully kamu? Ayah sering l-lihat di film-film biasanya seperti itu," tanya Ayah tanpa tedeng aling.
"Kenapa Ayah nanya gitu? Tahu nggak, di film itu kadang ada hal yang perlu didramatisasi untuk memainkan emosi penonton. Sementara di Araminta, Te beneran oke-oke aja. Bahkan mereka biasa banget pas tahu Te murid beasiswa. Mungkin itu Yah yang namanya wujud asli orang kaya dari lahir," balas Tea sambil memberikan suapan terakhir untuk Ayahnya sebelum membawa peralatan makan ke dapur dan mencucinya.
Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Tea selalu menyempatkan menyuapi Ayahnya. Awal-awal, Ayah sempat menolak karena merasa seperti anak kecil. Namun ia akhirnya sadar situasi bahwa bukan perkara besar menjadi lemah. Justru kelemahan yang membuat manusia sangat manusiawi.
"Doakan A-ayah cepat pulih ya Te," kata Ayah setelah Tea sudah duduk di sampingnya.
"Ya kali Te nggak doain. Ingat ya, Ayah masih punya janji ngajak Te naik gunung. Makanya cepet sembuh," balas Tea membuat Ayah tertawa.
Saat menyadari jam sudah menunjukkan pukul enam tepat, Tea buru-buru memasukkan sebuah map dan bekal buatan Ibu ke dalam tas, lalu pamit berangkat sekolah dengan mengendarai motor matik. Jarak dari rumah ke sekolah memang hanya dua puluh menit. Namun, gadis itu menekankan pada diri sendiri untuk datang 30 menit sebelum bel masuk berbunyi. Tea tidak boleh menyiakan waktu dan kesempatan yang diberikan oleh semesta. Ia harus bisa menempatkan diri demi masa depan yang lebih baik.
Begitu sampai di parkiran sekolah yang kebanyakan diisi oleh mobil-mobil keren, Tea mendapati Magda menunggunya di tangga masuk lorong gedung utama sambil berkutat dengan ponsel keluaran terbaru. Tea pernah iseng menghitung, kalau diuangkan, harga ponsel itu bisa memenuhi biaya bulanan keluarga selama empat-lima bulan.
"Teeee, kenapa nggak bales-bales pesan gue sih?!" Magda menghentak-hentakkan kakinya di lantai seperti anak kecil begitu melihat Tea berjalan ke arahnya.
"Masih soal Keenan, kan?" tanya Tea sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Kalau ada kata selain bosan, mungkin itulah penggambaran tepat setiap mendengar Magda tak berhenti membahas Keenan.
"Lo jadi nemenin gue kan nanti?" tanya Magda.
BRUK!!
"Ada masalah apa sih?!" Tea refleks marah saat lengan kanannya ditabrak oleh seseorang dengan begitu keras. Kejadian itu membuatnya hilang keseimbangan dan hampir saja terjatuh jika pergelangan tangan kirinya tidak segera ditarik oleh Magda.
"Sorry," ucap orang itu yang ternyata adalah Kiara Klein, siswi Araminta yang selama dua bulan terakhir memenuhi pikiran Tea. Bagaimana tidak, gadis itu berhasil menjadi nomor urut satu dalam One Fine Day tahun lalu.
Sayangnya ketika dipercaya mengikuti kompetisi antar sekolah, Kiara hanya mampu menempati peringkat ke delapan. Hasil itu sedikit banyak memengaruhi nilainya pada semester kedua. Setidaknya, seperti itu kabar yang berhasil masuk di telinga Tea dari obrolan siswa siswi penghuni Araminta ketika jam istirahat di kantin sekolah. Walau malas menjalin komunikasi, Tea begitu awas menyerap banyak informasi.
"Hati-hati dong, Ki. Ngapain sih lari-lari segala?" sembur Magda.
"Sorry," Kiara kembali mengulang permintaan maaf lalu berlari meninggalkan Tea dan Magda begitu saja. Membuat dua gadis itu hanya bisa saling pandang.
"Dia ada masalah apa sih?" tanya Tea sambil memijit-mijit lengannya yang terasa sakit.
Magda mengedikkan bahu. "Mari kita lupakan Kiara, karena ada yang lebih urgent untuk dibahas," kata gadis itu kembali mengarahkan pembicaraan ke arah semula.
"Oke. Gimana kalau kita sambil jalan ke TU? Gue mau nyerahin salinan pendaftaran One Fine Day," balas Tea seraya berjalan meninggalkan Magda.
"Eh, jangan tinggalin gue dong," teriak Magda berusaha menyamai langkah kaki teman barunya itu. []
Bersambung....
_____
Selamat berkenalan dengan karakter Tea. Masih banyak hal akan diungkap olehnya. So, jangan ke mana-mana. Jangan lupa bagikan jejak berupa votes, reaksi, kritik dan saran! 🤟🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangan lupa vote dan comment ya! Sekelompok remaja terseret kasus pembunuhan di sekolah Araminta International School. Siapa pelakunya? Highest Rank #1 in Crime Highest Rank #1 in Murder Highest Rank #1 in Teenagers Highest...