Budayakan FOLLOW sebelum membaca, tinggalkan VOTE dan COMMENT sebelum keluar. Thank You :)
Inspektur Aldebaran Said berjalan dari area parkiran motor menuju gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum membawa setumpuk berkas kasus pembunuhan Kiara Klein dan Ariana Sembrani. Saat sudah memasuki ruang kerjanya, muncul Tyas dengan muka semringah seperti biasa. Alde memang tak pernah melihat wanita itu bekerja dengan wajah murung.
"Pagi Inspektur," sapa Tyas.
"Pagi. Sudah ada informasi tambahan dari Galih dan Arman?" Inspektur Alde menanyakan kabar anak buahnya yang ditugaskan mendatangi sekolah: Galih ke Araminta International School, sementara Arman di sekolah khusus putri Mutiara Bangsa tempat Faika Satya menimba ilmu.
"Mereka sudah di lokasi sejak setengah jam lalu, Inspektur. Perkembangan yang diberikan sangat ganjil. Hari ini kelima remaja itu tidak datang ke sekolah. Mereka absen tanpa keterangan," jawab Tyas.
Inspektur Alde menatap Tyas dengan raut bingung. "Semuanya tidak datang? Sudah coba menghubungi orangtua masing-masing?"
Tyas menganggukkan kepala. "Galih sudah menanyakan ke Ms. Arabella, wanita itu langsung kelabakan mencari di mana anaknya berada. Kebingungan yang sama juga diberikan orangtua Keenan dan Magda. Sementara orangtua Faika dan Tiara Putri belum memberikan respons," jelas wanita itu dengan telaten.
"Apa yang sebenarnya kelimanya lakukan? Mereka jadi sangat mencurigakan sekarang," ucap Inspektur Alde seraya mengelus-elus jambangnya tanda sedang memikirkan sesuatu.
"Berdasar informasi yang sudah saya kumpulkan, entah kenapa saya kurang yakin mereka terlibat. Kelimanya tidak memiliki motif kuat. Tapi saya menduga mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui, Inspektur. Sesuatu yang bisa jadi mengarah pada jawaban," Tyas berpendapat tanpa diminta. Ia gatal bersuara setelah mencari keterangan dari kiri kanan.
"Kesimpulanmu terlalu cepat dibuat, Tyas. Motif bisa muncul dari orang yang bahkan tidak terlihat memiliki sekalipun," tanggap Inspektur Alde.
Tyas hendak membalas respons Inspektur Alde, namun ia mengurungkannya. Wanita itu tak mempermasalahkan jika sang Kepala Penyidikan menganggapnya berkesimpulan terlalu cepat. Namun ia tetap teguh dengan deduksinya bahwa lima remaja yang sedang mereka bicarakan berada di waktu dan tempat yang salah. Sekarang, yang perlu dilakukan hanya menunggu kebenaran datang mengafirmasi apa yang ia ucapkan.
Ponsel yang Inspektur Alde taruh di saku jaket berbunyi. Segera saja pria itu mengambil alat komunikasi tersebut untuk kemudian mendapati nomor tak dikenal tertera pada layar. Lantaran panggilan dari nomor asing sering datang dari wartawan, tanpa pikir panjang ia segera mengangkatnya. "Halo," sapanya.
"Halo, Om, saya Keenan, murid Araminta International School." Suara yang menghampiri telinganya membuat Inspektur Alde terkejut. Ia lantas teringat kejadian seusai melakukan wawancara di Araminta beberapa pekan lalu. Di mana Keenan tanpa sungkan meminta nomor ponselnya untuk dihubungi bila sewaktu-waktu diperlukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangan lupa vote dan comment ya! Sekelompok remaja terseret kasus pembunuhan di sekolah Araminta International School. Siapa pelakunya? Highest Rank #1 in Crime Highest Rank #1 in Murder Highest Rank #1 in Teenagers Highest...