Perjalanan menuju Auriga Hills dihinggapi oleh keheningan. Keenan fokus mengemudikan mobilnya sambil sesekali mengarahkan pandang ke kursi penumpang. Sementara Faye yang dipandangi memilih diam menatap kosong pada apa yang dilewati—dari bangunan pencakar langit berubah menjadi berjejernya pepohonan sepanjang jalan menuju kaki bukit.
Semalam, setelah menerima informasi bahwa pemakaman Ariana akan dilaksanakan pada pukul sepuluh pagi, Faye langsung mengirim pesan pada Keenan meminta dijemput. Dia tak sempat menjelaskan kenapa karena Keenan hanya menjawab pesannya dengan emoji jempol. Rupanya pemuda itu keburu senang karena permintaan Faye dijadikan alasan agar tidak semobil dengan kedua orangtuanya.
“Gue lagi males pengen ngomong, Kee. Kalau sepanjang jalan gue diem aja, lo nggak akan nge-judge aneh-aneh, kan?” tanya Faye sesaat setelah masuk ke dalam mobil dan memakai seatbelt.
Keenan yang tak siap dengan pertanyaan itu memilih mengangguk saja. Pemuda itu mahfum kondisi yang tengah dihadapi Faye. Pasti teramat berat kehilangan dua orang yang pernah mengisi hari-hari di sekolah dalam waktu berdekatan. Terlebih, kedua temannya itu menjadi korban pembunuhan dan sampai detik sekarang tak diketahui siapa pelakunya.
Usai menempuh satu setengah jam perjalanan, mobil pun sampai di komplek pemakaman elit Auriga Hills. Setelah memanggil berkali-kali namun tak ada respons, Keenan membuat Faye tersentak kaget karena tepukan pelan di bahu gadis itu.
“Keenan, bikin gue kaget aja deh!” protes Faye.
“Sorry. Habis gue panggilin dari tadi diem aja. Udah sampai nih, keluar yuk,” ajak Keenan seraya keluar dari mobil terlebih dahulu.
Faye melihat pantulan wajahnya lewat rear vision mirror. Begitu merasa tidak ada yang salah dengan polesan make up sederhana serta rambut pendeknya, gadis itu pun menyusul keluar. Baru saja menutup pintu, sepoi angin yang menyapa membuatnya bergidik kedinginan.
“Kayaknya rombongan sekolah belum banyak yang datang.” Keenan memberi informasi begitu Faye berdiri di sisinya.
Faye tak tahu harus merespons apa. Karena sejak semalam ia dilanda takut akan seperti apa reaksi orang terhadapnya. Saat akhirnya mengaktifkan ponsel kembali, ia mendapati komentar-komentar sindiran yang tak sengaja terbaca baik di Whatsapp maupun Instagram. Komentar menyangkutpautkan dirinya sebagai saksi mata dengan video pertengkaran di acara tribute Kiara. Memang tidak secara eksplisit menuduh. Namun jelas ke mana arah yang dituju.
“Kalau lo belum mau ketemu anak-anak sekolah, gue bisa temenin lo di sini aja. Pandangan orang yang nggak tahu apa-apa tapi berasa ngerti sama apa yang terjadi itu emang fucked up banget,” ucap Keenan seolah tahu apa yang bergumul dalam pikiran Faye.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangan lupa vote dan comment ya! Sekelompok remaja terseret kasus pembunuhan di sekolah Araminta International School. Siapa pelakunya? Highest Rank #1 in Crime Highest Rank #1 in Murder Highest Rank #1 in Teenagers Highest...