11. Four Keys

3.4K 877 108
                                    

"Boleh duduk?" tanya Keenan begitu masuk perpustakaan yang kini dijadikan tempat wawancara investigasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Boleh duduk?" tanya Keenan begitu masuk perpustakaan yang kini dijadikan tempat wawancara investigasi. Nyaris setiap pulang sekolah, pemuda itu menyempatkan diri datang entah untuk menumpang mengerjakan tugas atau sekadar membaca novel-novel Agatha Christie yang tersaji lengkap di rak fiksi. Suasana yang tenang, berpadu dengan bau buku-buku tua dan baru, membuatnya betah habiskan waktu di sana ketimbang berada di rumah.

"Silakan, Keenan Eka Tjokro," jawab Inspektur Alde sambil menatap sosok tegap di hadapannya. "Jadi, kamu Ketua Organisasi Khusus di sekolah ini?"

"Iya, Pak."

"Kamu tentu sudah tahu kalau salah satu murid di sekolah ini terbunuh di ruang organisasimu. Apakah kamu mengenal dia?" Inspektur Alde memulai proses wawancara. Ia menumpukan kedua siku di meja.

"Saya tidak kenal, tapi saya tahu, Pak."

"Karena kegagalannya di kompetisi antar sekolah?" tebak Inspektur Alde.

Keenan mengangguk.

"Apakah kegagalannya begitu berpengaruh besar sampai anggota organisasi yang kamu pimpin mengaku tidak mengenalnya, tapi tahu siapa dia?"

"Mungkin karena tahun lalu untuk pertama kalinya murid kelas satu, atau biasa kami sebut angkatan satu, gagal, Pak. Berdasar yang saya tahu, setidaknya selalu ada satu nama yang tembus mendapatkan beasiswa."

"Ada lima perwakilan di tiap angkatan, kenapa hanya dia yang dijadikan obyek dari kegagalan sekolah?"

Keenan agak kaget mendengar pertanyaan itu. Dia sedikit bingung seperti apa akan menjawab. Sebelum akhirnya pilih mengadopsi perkataan yang pernah dirinya dengar dari mulut teman-teman sekelasnya. "Pada ujian simulasi, dia memecahkan rekor total nilai sempurna. Saat itu, di depan banyak guru dan peserta ujian angkatan satu, dia sempat menjanjikan beasiswa di Harvard untuk sekolah. Itu saya dengar dari mulut ke mulut. Saya tidak bisa memastikan apakah dia memang berjanji atau tidak. Karena posisinya saya tidak berada di sana."

"Kenapa kompetisi ini begitu penting bagi sekolah?"

"Bukan bagi sekolah kami saja, Pak. Setiap sekolah, juga perwakilan yang dikirim ke kompetisi ini dan masuk lima besar, mendapatkan banyak sorotan positif. Dari pengalaman para pemenang, tidak hanya beasiswa penuh di universitas luar negeri bergengsi, tapi juga dipertimbangkan untuk langsung bekerja di perusahaan besar. Contohnya perusahaan seperti Google." Ada kebanggaan tersendiri bagi Keenan saat mengatakan itu. Karena orang yang bekerja di Google merupakan sepupunya, Dimas Tjokro.

"Wow, seperti itu rupanya?" Inspektur Alde mengelus-elus jambangnya.

"Sekolah-sekolah yang masuk kompetisi juga disaring, Pak. Saya dengar sejak awal kompetisi dimulai, setiap tahun Araminta rutin ikut. Sepertinya kegagalan kemarin jadi pukulan."

"Tahun lalu kamu tidak ada di lokasi saat Kiara berucap demikian, berarti kamu tidak ikut ujian simulasi?"

"Tidak, Pak. Tapi untuk tahun ini saya sudah mendaftar sebagai angkatan dua. Hanya angkatan satu dan dua yang boleh ikut. Angkatan tiga tidak diperbolehkan karena harus fokus untuk ujian."

INTRICATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang