09. Oskar

3.7K 943 183
                                    

“Kia!” teriak Oskar begitu melihat jenazah Kiara yang sudah dimasukkan dalam kantong mayat, dibawa turun menggunakan stretcher dari lantai tiga menuju halaman sekolah oleh dua orang petugas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kia!” teriak Oskar begitu melihat jenazah Kiara yang sudah dimasukkan dalam kantong mayat, dibawa turun menggunakan stretcher dari lantai tiga menuju halaman sekolah oleh dua orang petugas. Pemuda itu berlari kencang dari ujung lorong, mendesak dan mendorong murid-murid lain demi bisa melihat kondisi terakhir sang adik.

“Pak bisa tolong sebentar, ini kakaknya,” kata Ary sopan kepada petugas yang akan menaikkan stretcher ke dalam ambulans. Setelah saling pandang, dua petugas itu pun membiarkan Oskar mendekat dan membuka setengah kantong.

No, no, no! Wake up! Kiaaa, wake up!” jerit Oskar dengan air mata yang sudah tumpah.

“Ikhlas Kak, ikhlas,” Ary mengelus-elus punggu Oskar sambil berusaha menahan air matanya supaya tidak jatuh.

Melihat kerumunan di halaman sekolah membuat Benjamin, Arabella dan Mr. Rudi dengan segera mendekat dan meminta murid-murid yang lain untuk mundur.

Merasa sudah cukup, dua petugas berniat menutup risleting kantong mayat. Namun Oskar yang belum siap melepas sang adik, menghalangi kasar. Benjamin dan Mr. Rudi dengan sigap menahan badan pemuda itu supaya tak mengganggu proses evakuasi.

“Kak, tenang, Kak,” Ary berusaha menenangkan Oskar yang sudah seperti kesetanan. Gadis itu tahu seperti apa perasaan kakak kelasnya saat ini. Kehilangan seseorang yang disayangi, apalagi dengan cara dibunuh, tentu sangat menyakitkan.

“Oskar, tenangin dirimu, ikhlas ya,” imbuh Mr. Rudi.

“Ms. Arabella, apakah sudah menelepon orangtua Kiara dan Oskar? Kenapa mereka belum juga datang?” tanya Benjamin yang tubuhnya tertarik-tarik ke kanan dan ke kiri karena Oskar ingin melepaskan diri.

“Mereka sedang dalam perjalanan dari Medan,” jawab Arabella.

“KIARA!!! LEPAS, SAYA INGIN MELIHAT ADIK SAYA!!!”

“Oskar, tenangin dirimu.”

“Kak, tenang, Kak.”

“Oskar, tolong, jangan buat gaduh di sekolah!”

“LEPAS, SAYA MAU CARI PEMBUNUH ADIK SAYA!!! SIAPA PEMBUNUH ADIK SAYA?!?!” teriak Oskar saat melihat ambulans itu pergi meninggalkan area sekolah membawa jenazah adiknya dengan suara sirene yang memekakkan telinga.

Di antara kerumunan murid-murid, Drey dan Keenan berdiri dengan tubuh menegang. Kedua pemuda itu sempat saling tatap sebelum memutuskan untuk kembali ke kelas masing-masing.

*

Inspektur Polisi Dua Aldebaran Said ditugaskan mengepalai penyidikan kasus dugaan pembunuhan yang menimpa Kiara Klein. Siswi berusia 17 tahun tersebut ditemukan tergeletak kaku dengan warna kulit mulai menggelap di ruangan Organisasi Khusus sekolah Araminta International School.

Awalnya, pihak sekolah tidak ingin media mencium kasus ini. Namun insting tajam akan berita yang dianggap menarik membuat segerombolan wartawan baik dari cetak, daring maupun televisi, sudah berkumpul di depan gerbang besi berwarna emas itu. Mau tak mau sekolah harus segera menyiapkan pernyataan resmi supaya mereka segera menyingkir.

INTRICATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang