Meninggalnya Ariana Sembrani membuat Araminta International School kembali berduka. Sekolah pun sepakat meliburkan murid-muridnya selama dua hari. Meski libur, para pengajar sudah mengirim tugas berupa esai lewat surel sebagai tambahan nilai.
Sejak pagi Keenan sudah berkutat dengan macbook-nya untuk mengerjakan esai Fisika. Saking sibuknya, pemuda itu tak sadar dan dibuat kaget melihat kehadiran Agustina di dalam kamarnya.
"Ibu, ngagetin aja deh!" protes Keenan.
"Habisnya kamu dari tadi ibu panggilin nggak nyahut," jelas Agustina. "Ayo sarapan dulu, Ibu udah buatin makanan kesukaan kamu," katanya sambil mengacak rambut sang anak dengan penuh sayang. Kebiasaan yang susah ditinggalkan meski kini anaknya itu sudah tumbuh besar.
"Ada Ayah?" tanya Keenan yang dibalas Agustina dengan anggukan. "Mmmm... Bisa diantar ke kamar aja nggak? Nanggung, Bu, esainya kurang dikit lagi." Ia kemudian meluncurkan alasan dengan nada sekasual mungkin supaya tak terdengar terpaksa harus bertatap muka dengan Aryan.
"Nggak, Kee. Udah lama lho kita nggak sarapan bareng. Yuk ah, Ayah udah nunggu!" Agustina menarik lengan Keenan supaya mau bangkit dari kursi.
Keenan tak pernah bisa menolak permintaan Agustina. Maka ia pun terpaksa mengikuti kemauan wanita yang sudah melahirkannya tersebut. Jika bukan karena ibunya itu, Keenan tidak akan mau menghirup udara yang sama di dekat Aryan.
Saat sampai di meja makan, Keenan merasa tidak perlu menyapa atau berbasa-basi pada Aryan. Pemuda itu langsung mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi dan lauk. Aryan sendiri tampak masa bodoh melihat tingkah anaknya. Karena sebenarnya pria itu juga enggan berada di ruangan yang sama dengan anaknya. Hanya karena diminta oleh Agustina, ia akhirnya meyanggupi.
Selama sarapan, hanya Agustina yang banyak berbicara. Sementara Aryan dan Keenan menanggapi seperlunya saja. Wanita itu tampaknya tak sadar dua magnet dari kutub yang sama sedang berdekatan sehingga terjadi aksi tolak menolak.
Selesai sarapan, raut wajah Agustina yang berubah keruh setelah melihat layar ponsel menjadi perhatian Aryan. Pria itu pun langsung bertanya kenapa. Jawabannya yang didapat membuat Keenan menajamkan telinganya.
"Ada yang memanfaatkan situasi untuk membuat semua donatur menghentikan pendanaan. Aku beneran bingung mesti gimana Yan, dua kasus pembunuhan dalam jarak dekat ini bisa mengancam keberlangsungan sekolah," kata Agustina.
"Semua pasti bisa diatasi, Gie." Aryan menarik tangan Agustina dan menggenggamnya. Sikap tersebut mengundang decak pelan dari Keenan. Pemuda itu mendadak tak tahan dan malu punya ayah seberengsek Aryan.
"Aku takut sekolah ini nggak bisa bertahan," kesah Agustina.
"Tenang, aku yakin Benjamin dan Arabella bisa mengurus semuanya. Percayakan saya pada mereka." Aryan berusaha menenangkan.
"Kee," panggil Agustina. "Maaf kalau mungkin tahun ini One Fine Day terancam dibatalkan," sambungnya pelan.
Perkataan Agustina barusan bak kilat yang menggelegar di langit mendung. Kalau sampai One Fine Day batal, kesempatan Keenan untuk berkuliah tanpa pendanaan dari Aryan hanya tinggal kenangan. "Bu, jangan dibatalin dong. One Fine Day harus tetap ada. Keenan udah siapin semuanya lho," Keenan bingung harus menanggapi seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangan lupa vote dan comment ya! Sekelompok remaja terseret kasus pembunuhan di sekolah Araminta International School. Siapa pelakunya? Highest Rank #1 in Crime Highest Rank #1 in Murder Highest Rank #1 in Teenagers Highest...