54. Party of Five

1.7K 208 34
                                    

Faye baru saja menandaskan sarapan saat ponselnya berbunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Faye baru saja menandaskan sarapan saat ponselnya berbunyi. Ia langsung menerima panggilan tersebut begitu melihat nama Thomas tertera di layar. Sejak beberapa hari lalu kakaknya itu mengirim pesan mengatakan ingin menelepon. Namun Faye malas menanggapi. Akan tetapi setelah kejadian kemarin yang membuka teka-teki kematian Kiara, ia merasa mungkin inilah saatnya untuk menyelesaikan kesalahpahaman yang terjadi.

"Fay," panggil Thomas dari seberang sana.

Panggilan tersebut membuat Faye spontan tersenyum. Walau baru beberapa hari tak berkomunikasi, rasanya seperti sudah sangat lama tidak mendengar suara kakaknya itu. Meski rindu, namun respons yang diberikan atas panggilan tersebut hanya satu kata singkat dan padat, yaitu: "What?"

"Are you still mad at me?" Thomas bertanya.

"Since you haven't been honest, yeah, I'm still mad," jawab Faye sambil berjalan meninggalkan meja makan menuju ke ruang sebelah. Ia tidak ingin percakapannya didengar oleh sang ayah yang sedang berkutat dengan tablet di tangannya.

"I've spoken honestly. Gue nggak sebrengsek itu sampai ngehamilin Kiara, Fay. Beneran. Cut my dick if I lie." Thomas berusaha meyakinkan. Dari nada suaranya, bisa terdengar bahwa ia sungguh-sungguh.

"Ewww." Respons Faye sambil memutar bola mata walau ia tahu Thomas tidak akan melihat. "Okay, okay, I trust you. I'm sorry for yesterday. I should have listened to you."

Thomas mengembuskan napas lega. "Thank you, Fay. Everything I said yesterday is the truth. I hope you believe in me,"  pintanya.

"Sekarang jawab jujur pertanyaan gue. Lo tuh marah nggak sih sama sikap Kiara yang bikin lo gagal masuk Stanford?" Faye penasaran.

"Awalnya iya, gue marah banget sama Kiara kenapa sampai selicik itu. Tapi ternyata kuliah di sini bukan pilihan yang buruk. I'm happy to be here," jawab Thomas.

"Ahh.... Lega gue dengernya," respons Faye.

Obrolan kakak beradik bisa berlanjut sampai berjam-jam lamanya andai Bianca tidak datang menginterupsi. "Sweetie, don't you see the time? Hurry up!" wanita itu mengingatkan bahwa Faye harus segera pergi ke Araminta memenuhi panggilan pihak kepolisian.

Setelah menyudahi telepon dengan Thomas, Faye kembali berjalan ke meja makan untuk mengambil tasnya yang tersampir di sisi kursi. "Will all be well?" tanya gadis itu sambil memandang tepat ke wajah Benjamin. Mencari afirmasi positif keluar dari bibir sang ayah.

Pertanyaan Faye ditanggapi dengan anggukan dan senyum simpul oleh Benjamin "Everything will be as it was."

Faye membalas senyuman itu diiringi perasaan lega. Setelah berpamitan pada Bianca dengan cara mencium pipi kanan dan kiri, gadis itu mengaitkan lengannya ke lengan Benjamin dengan manja. Keduanya lalu masuk ke lift  menuju parkiran mobil.

INTRICATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang