Ratih Sukma sedang berada di bagian belakang butik yang menjadi ruang kerjanya. Bersama dua orang karyawan, wanita itu tengah sibuk memeriksa detail busana koleksi terbaru Maggdaline yang akan diluncurkan.
“Uwi, ini bagian bawah lipatannya bisa kamu rapikan lagi. Nanti kalau dipakai sama model, saya takut jahitannya lepas. Kamu tahu kan mereka kadang kurang hati-hati memakai karena diburu waktu?” kata Ratih sambil menunjuk bagian lengan gaun berpotongan asismetris yang sedang dipakaikan di badan manekin.
“Rana, ornamen bunganya kurang bold, terlihat pucat sekali. Bisa kamu tambahkan warna lain, mungkin merah?” Ratih menunjuk corsage yang tertempel di bagian dada gaun yang lain.
“Ini Pak Satrio ke mana ya? Busana harus sampai lebih dulu di lokasi. Sudah tahu jadwal acara mepet begini!” omel Ratih sambil memeriksa gaun-gaun yang sudah tergantung dalam pelindung transparan.
Begitulah jika seorang Ratih Sukma sedang dilanda kepanikan. Karena pada dasarnya ia sangat perfeksionis, membuat karya yang akan ditampilkan di hadapan masyarakat tak boleh terlihat cela barang seujung kuku.
Di tengah rasa panik tersebut, tiba-tiba ponsel Ratih berbunyi. Wanita itu sudah memasang ekspresi murka dan siap menyemburkan sumpah serapah bila yang menelepon adalah Pak Satrio. Namun kemarahan itu menguap begitu melihat nama Agustina Tjokro tertera di layar.
“Halo, Gie, ada apa?” sapa Ratih sambil duduk bersilang kaki di singgasana kerjanya. Wanita tersebut agak sedikit heran mendapati Agustina menelepon pada jam kerja seperti sekarang.
“Apa kamu sudah membaca pesan pribadi dari Fransisca?” balas Agustina dengan pertanyaan.
“Aku belum melihat ponsel sejak pagi. Kamu tahu kan, aku harus mempersiapkan peluncuran koleksi baruku besok. Aku sudah mengirimimu undangan jika ingin datang.” Ratih mengingatkan.
Agustina mendesah. “Maaf, Rat, sepertinya aku tidak bisa datang. Tapi aku sudah mengirim asistenku untuk memberimu bouquet bunga di akhir acara.” Agustina merasa tidak enak karena tak bisa mendukung kerja keras temannya.
“Tidak masalah, Gie, aku tahu kamu sibuk. Jadi, ada apa dengan Fransisca Wang?” tanya Ratih mengembalikan arah pembicaraan.
“Oskar ditangkap polisi. Aku sudah memastikan ke Arabella dan dia membenarkan.” Jawab Agustina.
“Bagaimana mungkin dia membunuh adiknya sendiri?” Ratih Sukma menggelengkan kepalanya meski wanita itu tahu Agustina tidak bisa melihat.
“Itulah. Tapi Arabella mengatakan kalau posisinya masih terduga.”
“Semoga bukan Oskar. Aku berharap pelakunya bukan penghuni Araminta.”
“Tapi Fransisca sepertinya sengaja mengirim pesan pribadi kepada semua donatur karena tidak enak dengan Stevanny yang berada di dalam grup. Aku melihat gelagat dia ingin mengajak kita menghentikan pendanaan ke sekolah. Aku jadi mau memastikan apakah kamu juga berpikir ke arah sana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangan lupa vote dan comment ya! Sekelompok remaja terseret kasus pembunuhan di sekolah Araminta International School. Siapa pelakunya? Highest Rank #1 in Crime Highest Rank #1 in Murder Highest Rank #1 in Teenagers Highest...