27. Rewind

1.9K 495 58
                                    

Sore kemarin Tea begitu kaget mendapati Drey berdiri di depan pagar rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore kemarin Tea begitu kaget mendapati Drey berdiri di depan pagar rumahnya. Wajah pemuda itu terlihat kusut sampai Tea merasa tidak enak untuk sekadar menanyakan alasan tiba-tiba berkunjung. Begitu membuka pagar, gadis itu mempersilahkan tamunya duduk di kursi teras. Ia sempat menawari minuman, namun hanya dijawab dengan gelengan. Akhirnya disediakan segelas air putih sebagai bentuk kesopanan.

Drey duduk dalam diam selama kurang lebih sepuluh menit sebelum akhirnya memamerkan cengiran kepada Tea yang memandangnya takut-takut. Pemuda tersebut begitu suka dengan sikap Tea. Gadis itu tidak menuntut penjelasan apapun walau mempunyai hak. Tipe orang yang siap menjadi pendengar tanpa perlu memberi penghakiman.

Sorry kalau gue random banget datang ke rumah lo. Gue lagi suntuk aja tadi,” kata Drey memecah kesunyian.

“Lo emang kebangetan random-nya. Jangan dibiasain deh datang ke rumah orang terus diem doang. Serem, Drey,” balas Tea seraya tertawa.

Drey menyukai suara tawa Tea. Entah kenapa, ia mulai mengakrabi detail kecil dari gadis yang meski hanya memakai kaos dan rok pendek yang warnanya sudah pudar, tapi tetap terlihat menarik. Terlebih saat ini Tea tidak menguncir rambutnya. Membuat impresi yang didapatkan Drey semakin campur aduk.

“Lapar nggak? Ngelihat badan yang atletis, gue nggak tahu seberapa sehat lo ngatur pola makan. Tapi kalau mau mi goreng, gue bikinin sekalian. Gue tadi mau bikin mi goreng pas baca chat lo,” beritahu Tea.

“Boleh deh. Jujur, kayaknya gue udah lupa gimana rasa mi goreng. Seingat gue, terakhir makan pas di kindergarten,” respons Drey.

Tea hanya memutar bola mendengar Drey mengatakan terakhir makan mi goreng waktu TK. Apa kabar dirinya yang seminggu bisa tiga sampai dua kali konsumsi. Bukan apa-apa, tapi lebih karena tidak ada pilihan lain untuk mengisi perut.

“Ya udah, lo tunggu bentar sambil mainan Free Fire aja ya. Gue masakin dulu,” kata Tea seraya berdiri bersiap masuk ke dalam rumah.

Namun, Drey buru-buru meraih pergelangan tangan Tea sehingga gadis itu menghentikan gerakannya. “Gue boleh ikut?” tanyanya meminta persetujuan.

“Agak aneh juga ya lo. Tapi berhubung terakhir makan mi goreng pas TK, gue bolehin deh, kali aja pengin nostalgia,” ceplos Tea.

Drey pun masuk ke dalam rumah Tea. Ia berusaha tidak ketahuan memerhatikan sudut demi sudut untuk menghargai. Karena takut Tea salah mengartikan keingintahuannya. Walau dalam hati dia ingin bertanya apakah rumah ini tidak terlalu sempit dan membosankan untuk beraktivitas sehari-hari?

Sorry ya rumah gue kecil. Seukuran kamar lo kayaknya,” ujar Tea yang kini berdiri sambil memunggungi Drey. Tangan gadis itu sudah sibuk mempersiapkan bahan dan peralatan memasak.

“Kenapa mesti minta maaf segala. Nyaman kok rumah lo,” balas Drey cepat.

“Lo orang Araminta pertama yang masuk ke rumah gue, Drey. Magda aja beneran nggak gue bolehin. Lo percaya nggak, gue sempat kepikiran kalau gue mengidap inferiority complex karena berada di antara kalian,” cerita Tea.

INTRICATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang