Kiara Klein pertama kali bertemu Thomas Satya saat pemuda itu melewati lorong panjang menuju lapangan serbaguna Adyatama Junior High sambil men-dribbel bola basket. Pada jam pulang sekolah dari Senin sampai Jumat, memang banyak siswa siswi menghabiskan waktu di lapangan luas itu untuk melakukan berbagai kegiatan ekstra kurikuler outdoor seperti basket, cheerleader, pecinta alam maupun dance.
Pada detik melihat paras Thomas, Kiara seperti tersihir. Ia nyaris tak bisa melepaskan pandangan dari sosok berbadan atletis tersebut. Dari teman-teman perempuan yang ikut memerhatikan, akhirnya Kiara tahu bahwa Thomas merupakan alumni Adyatama. Dulu ia dikenal sebagai tim inti basket yang tampan sekaligus siswa berotak cemerlang. Saat kenaikan kelas dua, ia loncat ke kelas tiga bersama beberapa murid lain. Begitu lulus langsung diterima di Araminta International School.
Beredar rumor Thomas bisa masuk ke sana karena campur tangan ayahnya, Benjamin Satya, yang menjadi principal di sekolah elit tersebut. Wajar bila berembus kabar tak sesedap itu lantaran Araminta memang terkenal sangat selektif dalam memilih murid yang masuk. Namun tanpa perlu bersusah-susah mengklarifikasi, banyak pembelaan dari kiri-kanan dikarenakan otak anak sulung dari keluarga Satya memang seencer itu.
“Why do you look at him like that?” tanya Ariana saat Kiara melihat Thomas datang ke sekolah mereka lagi sambil mendribel bola berwarna cokelat. Kali ini ia memakai kaus basket tanpa lengan sehingga memperlihatkan tonjolan ototnya yang liat.
“Like what?” Kiara bertanya balik pura-pura tak tahu.
“Like gah!” kesal Ari.
Kiara tertawa. “Gue nggak pernah percaya sama yang namanya love at the first sight, Ar. Tapi pas ngelihat Thomas pertama kali, seriusan, gue ngerasain hal itu. Kayak seluruh aktivitas di dunia berhenti kecuali dia yang jalan lurus ke depan,” jelas Kiara.
“Agak lebay ya kalau gue dengerin jawaban lo,” Ari memutar bola matanya.
“Beneran Ar, nggak tahu kenapa pas kemarin lihat dia senyum begitu cetak three point, mood gue yang apaan tahu kayak langsung membaik gitu,” ucap Kiara sambil menarik pergelangan tangan kanan Ari menuju pinggir lapangan di mana Thomas sedang melakukan pemanasan.
“Reputasi dia di akademis dan olahraga emang bikin salut. Tapi dari yang gue denger dia tuh suka main-main sama cewek, nggak ada yang diseriusin. Masalah utama cowok yang sadar diri kalau ganteng,” ucap Ari.
“Ya wajar sih kalau ganteng,” balas Kiara.
“Gue ngomong gini bukan buat diwajarin ya. Tapi biar lo nggak usah terlalu mimpi dulu,” jelas Ari.
Setelah obrolan itu Kiara selalu datang ke lapangan saat Thomas datang. Baik sendiri atau ditemani Ariana. Sampai akhirnya gadis itu tahu kalau adik Thomas satu angkatan dengannya. Sama seperti kakaknya, adik Thomas yang bernama Faye masuk kategori good looking. Seolah Tuhan menciptakan keduanya dalam keadaan bahagia sehingga wujudnya nyaris sempurna.
“Ar, kalau misalkan gue deketin Thomas gimana ya?” tanya Kiara pada suatu siang yang mendung sepulang sekolah.
“Meski baru kenal setahun lebih beberapa bulan, gue tahu lo nggak akan berhenti berusaha sampai ngedapatin apa yang lo mau. Coba aja, gue mah pemeran pendukung di kisah hidup lo,” respons Ari yang mengetahui betapa ambisnya Kiara pada setiap hal yang diinginkan entah itu nilai pelajaran atau barang. “Cuma mau ngingetin aja sih, ini menyangkut perasaan orang, nggak bisa seenaknya lo atur kayak Matematika harus dapat nilai 100,” lanjut Ari mengingatkan.
Setelah maju mundur selama beberapa hari meski sudah mengantongi izin dari Faye, Kiara akhirnya melakukan aksi pendekatan dengan langsung meminta kenalan dan bertukar nomor ponsel. Seolah semesta sedang mendukung, Thomas menyambut dengan baik hingga sebulan kemudian mereka jadian.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangan lupa vote dan comment ya! Sekelompok remaja terseret kasus pembunuhan di sekolah Araminta International School. Siapa pelakunya? Highest Rank #1 in Crime Highest Rank #1 in Murder Highest Rank #1 in Teenagers Highest...