-Lima-

947 202 5
                                    

Gara-gara ulah Antony kemarin, sepanjang sisa ospek kelompok kami dihukum terus.

Kumur pake air comberan lah, makan rumput lah, dan lain sebagainya. Dan anehnya, Antony nih malah seneng dihukum. Ngeselin. Sumpah!

Tapi satu sih yang aku salut dari dia. Dia anaknya mau belain temen. Pas Dahlan kemarin muntah gara-gara kumur air comberan. Antony mau kumur-kumur 10 kali buat gantiin Dahlan. Dan, dia gak jijik sama sekali. Gilak kan? Psikopat dasar!

Hari terakhir ospek, kami semua kembali dikumpulkan di aula utama, kali ini gak duduk bebas, tapi sesuai kelompok.

Hari ini, kami ngumpulnya jam 5, udah gak jam 6 lagi. Kebayang kan ruangan ini bakal bau kaya apa? Karena rata-rata mahasiswa memilih gak mandi daripada telat lalu dijatuhi hukuman. Dah lah, cukup, aku udah males sama ospek-ospekan.

"Nanti kita tetep temenan ya?" Ucap Dahlan.

"Iya lah, pasti!" Sahut April, aku juga mengangguk.

"Dih, lo semua, kaya baru sekali ketemu orang aja." Sambar Antony.

"Lo kenapa sih Ton? Sinis mulu? Punya masalah apa sih?" Kataku kesal.

"Ya lo liat aja nanti, ntar juga kalian sibuk sama urusan kuliah masing-masing, temen deket ya yang sering ketemu di kelas atau gak temen asrama. Dah, mana sempet sama ini, sama itu, hadeh."

Aku geleng-geleng kepala,

"Kasian banget deh lo, pasti selama ini belum ada orang yang mau luangin waktunya demi lo, iya kan?" Kataku, membuat Antony terdiam.

Akhirnya, aku bisa tersenyum menang sama dia.

Acara penutupan ospek ternyata sekaligus pengumuman nilai untuk mahasiswa-mahasiwa yang ikutan matrikulasi. Karena kemarin-kemarin emang nilainya ditahan.

Di kelompok 8, hanya aku dan Antony yang ikutan matrikulasi. Jadi saat yang lain pulang ke asrama, kami berdua tinggal.

"Waw, keren lo!" Aku memuji Antony, gilak, dari 5 mata kuliah dasar yang kita ambil, dia semuanya dapat A, bahkan di Fisika dan Matematika dia dapet A+. Edan.

"Lo juga lumayan," sahut Antony. Aku tersenyum kecut. Aku dapat A 3 biji dan sisanya B+.

"Oh iya, liat nilai fisika ini, gue udah gak dendam sama lo." Katanya.

Aku menoleh, menyempatkan diri untuk menatap mata Antony yang selama ini gak pernah kulihat dengan fokus.

"Harus bilang apa nih gue? Makasih? Atau apa?" Tanyaku.

"Lo gak harus bilang apa-apa."

Aku mengangguk, masih menatap Antony yang memandang lurus ke depan.

Kalo diliat-liat, Antony nih cakep loh. Dia juga ada sedikit baiknya. Tapi kalo mengingat senyebelin apa dia ketika ospek kemarin. Bye deh.

Pengumuman nilai sudah, kami dipersilahkan kembali ke asrama. Tentu saja aku langsung mencari Irene, Jingga dan Olive. Tapi... kok mereka gak ada? Gak mungkin kan mereka pulang duluan?

"Kenapa lo?" Tanya Antony.

"Roomate gue pada gak ada, kemana ya?"

Antony hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.

Anjir, masa iya tengah malem gini aku jalan sendirian ke Asrama?

"Lo mau gue temenin?" Tanya Antony seolah ia bisa membaca pikiranku.

Aku melongo tentu saja. Ngeri banget boss. Jalanan pasti gelap, sepi, terus banyak pohon gitu. Duh takut diapa-apain aku.

"Apa lo? Jangan mikir macem-macem deh. Gue gak ada niatan merusak nama baik bokap gue di kampus ini." Jelasnya, lagi-lagi, seperti tahu apa isi kepalaku.

Sewindu MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang