Aaron ada di kamarku ketika aku terbangun tengah malam, dan... dia tidak tidur.
"Mau ke kemana?" Tanyanya saat aku turun dari kasur.
"Kamar mandi!" Seruku dan ia langsung diam. Jadi langsung saja, aku ke kamar mandi untuk buang air kecil.
Begitu aku naik kembali ke kasur, Aaron langsung menatapku, tatapannya sulit kujelaskan, ia terlihat sedih, marah, kecewa dan putus asa dalam waktu bersamaan.
"Kenapa?" Tanyaku, gak langsung berbaring, melainkan duduk dulu, menghadap Aaron.
"Gue pengin sedih, tapi... kaya gak ada waktu buat itu karena sedihnya lo lebih parah dari gue." Ucapnya.
Aku tersenyum kecut.
"Gue gak pernah tahu La, kalau Bunda ternyata orang yang lahirin gue. Gue ngerasa bersalah karena suka sinis sama Bunda karena gue tahu Bunda sinis juga sama lo. Gue... gue pasti bikin Bunda kecewa ya?"
Aku diam, gak tahu harus menyahuti apa.
"Sekarang... pas gue tahu semua, Bunda udah gak ada. Gue gak bisa peluk Bunda, bilang makasi karena sudah melahirkan gue... gue gak punya kesempatan buat sayang sama Bunda, La."
Aku menarik Aaron, memeluknya, menghembuskan napas panjang di balik bahunya, bisa kurasakan Aaron menangis kecil.
"Lo gak salah atas semua sikap lo ke Bunda, Ron. Lo gak tahu apa-apa, dan Bunda sama Mama sendiri yang bikin begini. Itu salah mereka, bukan lo, bukan juga gue."
"Tetep aja, ganjel kerasanya La di dada, kaya.... nyesel gitu gak baik sama Bunda selama ini."
Aku tersenyum kecil, lalu kami mengurai pelukan ini.
"Terus elo, La.... gue gak bisa sama lo, paraaah! "
"Ya gimana lagi?"
"Lo tahu? Gue yang telepon Antony pas lo ngilang kemarin, karena gue ngerasa, kalau lo gak bisa sama gue, ya lo harus sama cowok terbaik yang gue kenal!"
"Dan menurut lo itu Antony?" Tanyaku kesal.
"Dia keliatan sayang banget sama lo, La. Dia juga baik... well, gue jelek-jelekin dia dulu ya karena cemburu. Tapi ya gue bisa liat dia gimana ke elu."
"Gue udah bilang kan dia selingkuh?"
"Hah?"
"Iya, dia selingkuh! Kalo dia sayang sama gue, gak bakal dong dia kaya gitu?" Kataku kesal.
"Lo tahu kenapa dia selingkuh?" Tanya Aaron.
"Apapun alasannya, gak bisa jadi pembenaran, Ron. Selingkuh tuh salah, udah.... selesai di situ!" Kataku tegas.
"Okeee, okeee!"
"Gue kecewa sama dia."
"Iya, iya, sorry! Terus Febri siapa?" Tanya Aaron.
Aku diam sejenak.
"Dia temen gue." Jawabku singkat.
"Temen? Temen dari mana? Dan apa yang dia bantu La?"
"Itu urusan gue, Ron. Gue gak bisa bilang."
"Yaudah oke, oke... lo waktu balik sama dia, lo berantakan banget La, dia juga cuma pake kolor sama kaus doang, bikin mikir yang engga-engga tau gak sih!"
"Gue gak ngapa-ngapain sama dia!" Kataku, ya... kalau yang lagi dibahas Aaron adalah malam di mana aku menginap di tempat Febri, itungannya aku jujur dong ya?
"Okee, tapi jangan bikin gue khawatir lagi yaaa, gue sayang La sama lo, gak mau lo kenapa-kenapa," Ucapnya lalu memelukku lagi.
"Tidur yuk!" Ajakku, melepas pelukan ini.