-Dua belas-

877 197 11
                                    

Tidurku terasa nyenyak sekali, sehingga sewaktu bangun, aku enggan beranjak dari kasur. Gosh, pengin tidur di kamar ini terus rasanya, gak mau balik ke Asrama kalo gini tuh.

Sejak di asrama, aku jadi makin yakin deh kalo rumah itu bener-bener tempat ternyaman.

"La? Bangun La, sarapan!" Terdengar seruan Bang Jati dari luar, tumben banget itu anak udah bangun, padahal ini baru jam 8.

Aku bangkit dari kasurku, menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, biar nanti gak usah ribet mandi lagi.

Selesai mandi, aku langsung berganti dan turun ke bawah, tampak keluargaku sudah kumpul semua sambil sarapan.

"Lama amat lu?" Tanya Bang Jati.

"Mandi,"

"Emang mau kemana mandi?" Tanya Ayah.

"Ke rumah Aaron yak? Bawa Loki, sekalian jenguk tante Hilda."

"Ohhhh," Sahut Ayah.

"Bang anterin ya?" Pintaku sambil mengambil setumpuk roti untuk ke dua kalinya.

"Okeeh!" Seru Bang Jati.

"Kak, minta tante Hilda beliin makanan Loki ya? Udah mau abis." Sahut Gina, aku yakin sih emang pasti Gina yang ngurus Loki.

"Oke siap, apa lagi? Pasir?"

"Gak, gak usah pasir masih banyak, minggu lalu Tante Hilda ke sini bawa banyak."

Aku mengangguk.

Pagi ini Bunda gak banyak bersuara, hanya sesekali menasehati Bang Jati untuk segera menyelesaikan kuliahnya.

Nah, Bang Jati itu 4 tahun lebih tua dariku, harusnya dia sudah selesai kuliahnya, tapi yaa gitu... banyak molornya.

"Bawa aja Kak si Loki, kali gitu pada kangen, tapi nanti bawa sini lagi." Ujar Gina.

"Loki mana emang? Gak liat dia dari semalem."

"Di kamar, tidur mulu tu kucing."

"Ohhh, okayy!"

Akhirnya setelah sarapan aku ke kamar Gina dulu, jemput Loki, sekalian pakai ransel khusus kucing gitu. Gina nih emang sayang binatang, makanya pas Aaron pergi, dia secara sukarela mau urus Loki karena orangtuanya Aaron sibuk dan pasti gak sempet urus kucing.

"Ila cepeeeet!" Terdengar seruan Bang Jati dari luar.

"Iyaa Bang, sabaar!" Aku menuruni tangga dua dua sekaligus biar cepet sampe, di luar rumah Bang Jati sudah menunggu di motornya.

"Ini motor beda lagi Bang?" Tanyaku, abis motornya jadi tambah jelek. Setahuku kan motornya Bang Jati bagus.

"Gue jual, ganti ini." Jawabnya santai kemudian menarik gas sehingga motor pun melaju.

"Ya ampun Bang, gitu mulu lo kalo punya barang. Jual jual jual. Kan bokap yang beli. Lu maen jual jual."

"Dah, lo gak usah ikut campur urusan gue, oke? Kan gue juga kaga pernah ikut campur urusan elu!"

"Bukan gitu Bang, tapi lu tuh kerjanya gitu terus, seenaknya sama uangnya Ayah, kan Ayah capek kerja."

"Dek, lu kalo balik ke rumah cuma buat ceramah mending kaga usah balik dah!"

Aku diam, Jati gitu banget dah.

Akhirnya tidak ada percakapan sampai kami tiba di rumah Aaron.

"Ikut masuk gak Bang?" Tanyaku.

"Gak, lo kabarin aja kalo mau balik, oke?"

"Oke, makasi Bang!"

"Yooo!" Jati pun melaju, aku sendiri berjalan menuju pagar, memencet belum yang ada di samping pagar agar dibukakan pintu.

Sewindu MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang