-Enam belas-

874 200 16
                                    

"Gimana lo sama Aaron, La?" Tanya Irene tiba-tiba. Dia duduk di belakang, terus nyempil gitu di tengah aku dan Antony.

"Hah? Aaron?" Aku jadi syok.

"Iya, yang lo ceritain semalem, cowok lo di Australia."

Aku menoleh ke belakang, kapan aku cerita soal Aaron? Sejak kapan Aaron di Australia?

"Hah? Kapan gue cerita Ren? Aaron sahabat gue, dia di Amrik, bukan di Aussie." Jelasku.

"Gini nih Ton, cewek yang suka friendzone-in temennya." Ujar Irene, menepuk bahu Antony sekali.

Antony melirik ke arahku, ia hanya tersenyum.

"Yee kan emang temenan tau!" Kataku.

"Lu friendzone-in dia juga dari SD!"

"Ngawur lo Ren," Kataku.

"Lo dari SD udah cinta-cintaan, La?" Tanya Antony.

"Kagaa..... disabet gue sama Bunda."

Di belakang, Irene cuma senyum-senyum gak jelas.

Lalu, mobil Antony berhenti, ini kostan ke tiga yang kami datangi. Jadi langsung saja kami turun, nanya-nanya soal ketersediaan kamar.

Aku dan Antony menunggu di bawah ketika Irene di ajak buat liat kamarnya, ada beberapa bagian kamar yang lagi direnovasi makanya kami berdua gak bisa ikutan naik ke lantai dua.

"Bener yang tadi Irene bilang?" Tanya Antony tiba-tiba.

"Eh? Yang mana, dia kan dari tadi banyak ngomong." Kataku.

"Itu, lo udah punya pacar di Australia."

Aku menarik napas panjang.

"Pertama, bukan Australia, tapi Amerika. Dan dia bukan pacar gue, kami sahabat dari kecil. Sahabatan karena orangtua kami sahabatan juga, terus ulang tahun cuma beda tiga hari." Jelasku.

"Biasanya yang gitu-gitu dijodohin tuh!" Celetuknya.

"Bunda gue gak pernah ngomong apa-apa soal jodoh-jodohan, terus ya emang sama-sama udah kaya keluarga aja. Jadi kaya gak ada tempat buat cinta-cintaan yang menjurus ke romance gitu."

"Ohhhh!" Hanya itu tanggapan Antony.

Aku diam, entah kenapa, mendadak aku pengin gak punya perasaan apa-apa ke Aaron, selain rasa sayang ke keluarga. Udah, gitu aja.

Aneh banget, asli.

"Udah deh, ini aja!" Seru Irene yang baru saja turun.

"Bener?" Tanyaku.

"Iya, kamarnya udah rapi, kamar mandi dalem, murah lagi."

"Serius Ren? Tadi Ibuknya bilang belakang kostan ini pohon bambu loh."

"Santai, gak takut gue sama yang gituan."

Aku dan Antony mengangguk, lalu kami satu per satu naik sambil bawa barangnya Irene. Pekerja yang lagi renovasi disuruh berhenti dulu, biar kita bisa lewat dengan leluasa.

Masuk kamarnya Irene, mataku menggeledah ruangan sempit ini. Kecil sih, tapi oke lah, toh buat sendiri. Kamarnya sudah dilengkapi kasur ukuran sebadan dan lemari kecil. Ada meja kayu kecil yang bisa dipakai belajar. Dan udah... itu aja.

"Thanks ya, kalian!" Ujar Irene.

"Oke Ren, lo beneran gak mau balik lagi ke asrama?" Tanyaku, Irene langsung tersenyum kecut.

"Gak deh La, buat apa?"

"Yaudah okee!"

"Lo nginep sini ya La?"

Sewindu MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang