-Lima puluh enam-

2.3K 283 43
                                    

"Harus banget nih?" Tanya Antony.

"Iya, Febri udah baik loh, mau bikinin kamu juga, biar kita samaan pas dia nikah nanti."

"Harus?" Ulang Antony.

"Iya,"

"Yaudah, nanti deh ya? Pas aku libur."

Aku mengangguk, sebenernya jadwal Antony ukur badan tuh hari ini, biar selesai, tapi mood dia kan begitu ya kalo soal Febri? Jadi ya... aku gak mau maksa.

"Kamu jadi gak nginep di rumah aku?" Tanya Antony.

"Katanya kita hari ini mau ke rumah Ibu?"

"Oh iya, aku juga belum jenguk Ibu sejak balik dari Norway, yuk deh!"

"Kamu gak bawain Ibu oleh-oleh gitu?"

"Ibu tahu aku males belanja."

Akhirnya, hari ini aku dan Antony mengunjungi rumahnya yang dulu, tempat tinggal orang tuanya.

Antony cerita, sejak Pak Arief meninggal, Ibunya tinggal bersama kakak dan kakak iparnya, juga keponakannya Antony, biar Ibu gak sepi.

Ibunya Antony masih mengenalku ketika aku datang, dan perasaan bersalahku muncul lagi.

"Lama ya gak liat Gamyla," Ujar Ibunya, kujawab dengan senyuman kecil.

Menghabiskan hari di situ, aku melirik Antony yang akrab dengan keponakannya. Ada dua, namanya Anjani dan Akina, dua-duanya cewek, masih SD dan sekarang sedang meminta Antony membantu mereka mengerjakan PR.

Aku agak sedikit meringis melihat itu. Apakah nanti ada masanya Antony mau yang dia bantuin bikin PR itu anaknya sendiri? Gosh!

"Antony bilang kalian mau nikah, kapan rencananya?" Aku kaget pas Ibunya Antony bertanya seperti itu.

"Ehh, belum tahu pastinya Tante, kita baru rencana doang, belum diobrolin pastinya kapan." Kataku.

"Kamu jangan panggil tante dong, dari dulu manggilnya tante, panggil Ibu aja, ya?"

"Iya, bu, iya." Kataku.

Ketika hari sudah malam, kami pamit pulang dan aku benar-benar berdebat dengan diriku sendiri.

"Besok aku free ternyata, terus Irene ngajak ketemu, mau gak?" Tanya Antony, kami sampai di rumahnya. Aku pernah sekali ke sini, dan bentukan rumah Antony mirip sama rumahku. Cuma, dia di lantai bawah ada kamar satu, dan ada kolam ikan kecil juga di belakang, lebih adem.

"Mending besok fitting dulu yuk? Sekalian aku mau ajak kamu ke suatu tempat." Kataku.

"Kemana?"

"Ada deh, sama-sama di Jakarta kok, jadi sekalian. Ketemu Irene malem aja."

"Nanti aku tanya Irene dulu ya, soalnya dia agak susah kalau malem, kan dia ada anak, mending diizinin juga sama suaminya?"

"Oh gitu ya, yaudah ketemu Irene aja besok." Kataku.

Antony melirik ke arahku, ia seperti sedang berfikir kemudian akhirnya menggeleng.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Kamu tuh kenapa sih? Kaya selalu mau nyenengin semua orang? It's not your job, La. Kalo kamu mau besok kita fitting, yaudah ayok. Gak usah korbanin apa yang kamu mau. I'm trying to make you happy, make sure you get all what you need, tapi... kamu malah kaya gak peduli sama apa yang kamu mau. Kenapa sih? Kamu keras kepalanya pas debat sama aku doang? Kalo ada orang lain terlibat kamu langsung auto ngalah?" Ujar Antony kesal.

Sewindu MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang