"Hay!" Sapa Febri ramah ketika aku masuk ke ruang kerjanya. Kantornya Febri ini lumayan mewah, bangunan 7 tingkat yang setiap lantainya dikhususkan menjadi kantor pusat masing-masing bisnisnya.
"Hay!" Balasku pelan.
"Kamu habis nangis?" Tanyanya, aku menggeleng, mengusap wajahku. Aku tahu, tampangku berantakan. Tadi aja pas mau masuk aku dicegat dulu sama satpam.
"Gak kok," Jawabku seadanya.
Aku duduk di sofa yang tersedia, langsung bersandar karena tubuhku super lelah.
"Kamu mau ngomong apa?" Tanyaku.
Febri mendekat, pindah dari singgasananya lalu duduk di sampingku, agak menyerong untuk bisa berhadapan denganku.
"Mau minta maaf, soalnya kesannya aku terlalu maksa kamu buat kenalan sama temen-temenku."
Aku mengangguk.
"Aku tahu, kamu bukan cewek yang asal deket sama cowok-cowok random. Aku tahu, kamu beda. Karena... ya aku pernah sama kamu, jadi yaa aku tahu lah yaa." Katanya.
Aku hanya diam. Bagus lah kalau dia udah gak maksa aku jadi roleplayer buat temen-temennya. Stress aku!
"Serius, kamu kenapa sih? Tampang kamu keliatan lebih stress dari terakhir kita ketemu." Tanyanya.
"Ya emang aku strees, Feb. Tapi aku udah bingung kalau cerita, udah gak tahu harus cerita yang mana."
"Hemm, oke! Yuk kita ilangin stress kamu!" Serunya.
"Apaan? Ngapain?"
"Malem ini aku ada party, kamu ikut aja, sekarang masih siang, kita jalan-jalan aja yuk!"
"Emang kamu gak kerja?" Tanyaku.
"Bisa free sehari, yuk!"
Febri berdiri, kemudian ia mengulurkan tangannya, aku menggengam tangan tersebut, lalu kami berjalan ke luar. Baru sampai depan ruangan, Febri berhenti sebentar.
"Rin, semua kerjaan gue hari ini reschedule ya, terus kalau ada apa-apa langsung e-mail aja."
"Oke Boss!"
Hanya sesaat, lalu Febri kembali menggandengku. Kami masuk ke lift, langsung turun menuju parkiran.
Aku gak tahu kemana Febri akan membawaku, dan aku gak keberatan, mau dia culik aku pun aku gak apa, aku udah gak punya semangat buat menjalani semua hari-hari ini.
*****
Aku melirik ke samping, Febri sedang terpejam, menikmati pijatan di kakinya, aku juga sama sihhh, enak banget ini tangan dan kakiku dipijet.
Febri mengajakku ke salah satu salon kecantikan miliknya, ya... usahanya nih banyak banget sampe salon aja ada. Dan, kami berdua pun mendapatkan treatment ekstra dari pegawai-pegawainya Febri.
Aku menenangkan diri, mencoba membuang semua masalah yang kuhadapi ini. Jujur sih, aku gak siap pulang ke rumah, ketemu Aaron ataupun Tante Hilda.
Aku bingung, bagaimana kelanjutan hidupku setelah ini. Tapi untuk sekarang, aku hanya ingin menikmati momen ini.
Mataku terbuka ketika tanganku berhenti dipijat, ternyata si therapist pindah ke kepala, memijat kepalaku.
Kembali kupejamkan mata, enak banget nih, bikin kepalaku enteng.
Entah berapa puluh menit kami dipijat seperti ini, yang jelas sih badanku makin ringan.
Lalu, kami ditinggal ketika akan berendam.