-Satu-

3.7K 327 31
                                    

Berat, sudah sebulan ini hatiku amat sangat terasa berat. Apalagi hari ini, hari di mana aku mengantarkan Aaron ke Bandara.

Di sampingku, Aaron terlihat santai, dia sudah lebih dari siap berangkat ke Amerika untuk melanjutkan studinya. Sedangkan aku? Hanya diam, berusaha menenangkan diri dengan menikmati alunan lagu dari radio yang menemani perjalanan kami sore ini.

Di bagian depan mobil ada tante Hilda dan Om Fauzi, orang tua Aaron, sahabat Bundaku sedari SMA dulu.

Hatiku makin terasa berat ketika kami sampai di Bandara. Om Fauzi dengan sigap mengangkut barang-barang sedangkan aku dan Tante Hilda hanya berdiri menunggu.

"La, lo jagain nih emak-bapak gue!" Seru Aaron.

"Pasti lah, Ron."

"Kamu baik-baik ya Ron, jangan macem-macem di sana."

"Hehehe, siap Ma!"

Setelah pamitan singkat, aku, Tante Hilda dan Om Fauzi kembali ke mobil, meninggalkan Aaron yang sudah masuk ke dalam Bandara. Kalau sesuai jadwal, pesawatnya berangkat satu jam lagi, jadi Aaron gak perlu nunggu lama di ruang tunggu.

"La, kamu tetep rajin ke rumah ya meskipun Aaron lagi di Amerika," Ucap Tante Hilda.

"Iya Ma, Ila usahain, tapikan Ila juga kuliah di Bogor, tahun pertama asrama, jadi paling pulang ke Jakarta kalo dapet izin aja, Ila belum tahu sistem asrama di sana gimana." Jawabku.

"Yaudah, bilang Gina rajin main ke rumah ya? Atau Jati, kamu tahu Mama anaknya Aaron doang, dia pergi ya rumah sepi, apalagi Papa Fauzi kan sering ke luar kota." Ujar tante Hilda, menyebut nama kakak dan adikku.

"Siap Ma, paling Gina aja ya? Tau sendiri kan Bang Jati gimana."

Tante Hilda dan Om Fauzi nyengir. Yak, kakak laki-lakiku itu beda jauh kalau disandingkan dengan Aaron, anaknya mereka.

Aaron rajin, pinter, serba bisa. Kakakku? Pemalas, kuliah entah sudah semester berapa, kalau disuruh Bunda, pasti gak pernah mau. Entah lah, mungkin karena anak pertama, jadi dulu kebiasaan dimanja sama Bunda. Atau mungkin juga karena anak cowok satu-satunya, jadi songong.

"Kamu mau dianter ke rumah, atau mau mampir ke rumah mama dulu? Kalau mampir nanti malem dianter sama Papa Fauzi."

"Langsung pulang aja Ma, gak apa kan?"

"Okay, no problem!"

Aku tersenyum.

Ketika kami semua diam, dadaku kembali terasa nyeri, kalau tadi sebelum Aaron pergi rasanya berat, kali ini rasanya kosong. Aku amat sangat kehilangan sahabatku itu.

Nasi Aaron:
La?
Udah ada panggilan nih
Gue masuk pesawat
Gak usah bilang Mama Papa
Gue udah chat mereka
Oh iyaa
Kucing gue, pindahin ke rumah lo ya?
Gue gak yakin Mama bakal rajin kasih Loki makan

Me:
Loki kan semalem udah dijemput Gina

Nasi Aaron:
Oh iya gue lupa hahahaha

Me:
Dah sana
Safe flight!

Nasi Aaron:
Thanks La
Oh iya, jangan kangen gue ya
😛

Aku tak membalas pesan tersebut, hanya tersenyum ke layar ponselku.

Menarik napas panjang, aku kembali teringat ucapan salah satu seleb tanah air "cewek sama cowok sahabatan pure itu gak ada, serius deh! Pasti ada salah satu, entah si cewek, atau si cowok, yang ada rasa," dan yak, dalam kasusku kali ini, aku lah yang memiliki rasa terhadap sahabatku itu.

Sewindu MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang