-Dua puluh delapan-

894 194 21
                                    

"Lima ratus juta? Kamu gila?" Seru Om-om di seberangku ini.

Laura, temannya Irene bilang kalau Om-om ini adalah klien-nya yang paling tajir. Jadi... ya dia targetku.

"Iya Om, gimana? Full servis kok, mau apa aja bisa." Kataku sok iye, padahal aku gak ngerti apa-apa. Laura cuma bilang aku harus jadi cewek nakal.
Ya, berhubung waktu kecil aku punya bakat centil, jadi ya kukeluarkan saja sekarang.

"Sorry, saya belum gila, kasih orang 500 juta cuma buat semalem. Mending saya tidur sama artis papan atas, model, apalah, bukan mahasiswa kaya kamu!" Serunya lalu meninggalkanku sendirian di cafe ini.

Sial!

Terus aku harus apa?

Aku menutup wajahku, ingin sekali teriak dan protes sama Tuhan. Tapi... aku bisa apa?

Menit-menit berlalu, aku hanya menatap kosong gelas milkshake yang ada di hadapanku ini. Aku gak tahu lagi. Jual diri aja ternyata susah. Apalagi usaha yang lain?

Gimana caranya aku dapet duit banyak dalam waktu singkat??

Ponselku bergetar, panggilan dari nomor tak dikenal. Penasaran, jadi kujawab.

"Hallo?" Sapaku.

"Hallo, benar dengan Gamyla?"

"Iya, ini siapa ya?"

"Saya Febri, kamu pasti gak kenal saya, karena... saya dapet nomor kamu pun dari orang asing."

"Hah? Maksudnya? Siapa?" Aku bingung.

"Kamu di mana?" Tanyanya, kesebutkan cafe tempatku berada.

"Yaudah, tunggu ya, 10 menit lagi saya sampai, kamu pake baju apa?"

"Biru,"

"Okay, see you there!"

Aku menatap layar ponselku. Dia siapa? Mau apa? Tahu nomorku dari mana?

Ini apa lagi sihhh? Pusing aku.

Tapi ya, aku tetap menunggu. Aku lebih pilih ngabisin waktu di sini, daripada pulang tanpa jawaban pasti untuk Gina. Aku gak mau kecewain dia.

Gosh, kenapa ini semua terjadi serba mendadak sih? Aku beneran gak siap sama sekali. Aku bahkan gak menyangka, kehidupanku berubah se drastis ini.

"Permisi, Gamyla?" Seorang pira muda berdiri di dekatku, dari yang kuamati, umurnya sekitaran akhir 20, atau awal 30?

"Iya, siapa?"

"Febri!" Ia mengulurkan tangannya, aku menjabat tangan itu sambil menyebutkan namaku, lalu mempersilahkannya duduk.

"Maaf, ini super random." Katanya.

"Kenapa ya Mas Febri? Saya nih gak paham, Mas tuh siapa, ada perlu apa?"

"Oke, jadi tadi saya abis nongkrong, kemudian gak sengaja denger obrolan bapak-bapak tua yang jaraknya cuma satu meja dari saya. Salah satu bapak itu bilang kalau ada cewek yang menawari dirinya, tapi terlalu mahal, 500 juta."

Aku menelan ludah. Aku mendadak merinding denger itu. Takut sebenarnya.

"Lalu saya tanya bapak itu, siapa ceweknya, dan... dia ngasih nomor dan nama kamu, Gamyla."

Aku mengusap wajahku sekali, kepalaku mendadak sakit. Harus apa aku sekarang ini, menjual diriku padanya? Apakah dia punya uang 500 juta?

"Emm saya tertarik sama kamu, bahkan sebelum ketemu kamu. Makanya, saya pengin ketemu kamu."

Sewindu MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang