-Empat puluh empat-

890 187 45
                                    

"Hallo? Siapa sih nih?" Suara itu bertanya kembali, nadanya terdengar kesal.

Aku langsung mematikan panggilan tersebut, gak berani mengeluarkan sepatah kata pun, karena Jati pasti akan mengenali suaraku juga.

Memutar balik mobil, aku makin syok melihat Jati sedang berjalan kaki, menjinjing tas kresek berwarna hitam, yang entah apa isinya. Ia terlihat kesal sambil memegang HP.

Aku sedikit menunduk di dalam mobil, biar dia gak lihat. Semoga juga, dia gak mengenali mobil ini. Karena kalau dia lihat dan mengenali mobil ini. Entah lah apa yang akan terjadi.

Ketika Jati melewati mobilku, aku menoleh ke belakang, dan benar saja, ia masuk ke rumah yang dipasangi tanda 'dijual' di pagarnya.

Jadi Jati selama ini tinggal di situ? Sama siapa?

Tak ingin berlama-lama, takut ketahun Jati, aku langsung tancap gas dari perumahan ini. Mengemudikan mobil ke arah rumah.

Sepanjang jalan, aku memikirkan Jati. Gosh, setahun ini, bisa ya dia hidup baik-baik saja sementara aku harus jungkir balik nyari duit buat sekolahnya Gina.

Hari sudah petang ketika aku sampai ke rumah, Gina sudah pulang, ia sedang makan.

"Mau kak? Ada noh di kulkas, tinggal diangetin, masukin microwave." Tawar Gina, ia sedang memakan kebab.

"Boleh deh,"

"Yaudah, sana lo ganti baju dulu aja, kebabnya gue yang angetin." Katanya, bikin aku syok... baik amat Gina? Tumben.

"Okee, thanks!"

Aku langsung masuk ke kamar, masih berusaha menenangkan diri karena melihat Jati tadi. Gila sih, Jati makin gak karu-karuan, dari yang aku liat sekilas aja, badannya sekarang udah penuh tato, rambutnya gondrong, beda banget sama abangku yang dulu kukenal.

Selesai berganti, aku menenangkan diri lagi sebelum keluar kamar.

Begitu keluar, kulihat Gina sedang menyiapkan kebab untukku, ia baru mengeluarkannya dari microwave lalu meletakkan kebab tersebut di piring.

"Nih Kak, mau tambah Mayo? Saos? Apa gitu?"

"Gak dek, gini aja cukup." Kataku, lalu mulai mengigit ujung kebab. Di depanku, Gina memasang senyum manis. Bikin aku makin curiga.

"Lo kenapa sih dek?" Tanyaku.

"Gue ada berita baik kak!" Katanya girang, aku tersenyum sebagai respon, lalu mengigit potongan kebab lagi.

"Berita baik apa?"

"Gue dapet acceptance letter dari UC Berkeley, sama Univ di Belanda!"

Mataku membesar, berita itu benar-benar berita bahagia.

"Serius? Terus lo mau pilih yang mana?" Tanyaku.

"Gue lagi nunggu jawaban dari Harvard sama Brown juga kak, soalnya antara dua itu yang gue pengin banget."

Aku mengangguk,

"Yaudah, ini kan udah dikit lagi kan ke semesteran baru? Cepet ambil keputusan."

"Iya siappp! Tapi, gue gak dapet beasiswa kak, masih banyak calon mahasiswa yang lebih pinter yang layak dapet beasiswa dibanding gue."

Aku menelan kebab dalam mulutku, lalu melihat sedikit kesedihan di wajah Gina.

Gosh, ini artinya, aku gak bakal bisa berhenti jadi roleplayer sampai Gina lulus kuliah.

"Yaudah dek, lo pilih aja, nanti duitnya gue yang siapin. Tapi buat gaya hidup... gue minta lo jangan kaya di sini ya? Pleaseee banget! Ngertiin kalo lo sekolah dan tinggal di luar negeri aja itu biayanya gede banget."

Sewindu MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang